Sabtu

Semua Hadis Keutamaan Mu’awiyah Palsu !



Bantahan Atas Artikel Blog haulasyiah
Sengaja saya buka artikel ini dengan ayat Al Qur’an untuk mendapat keberkahan dan agar ia menjadi petunjuk bagi kita dalam kajian ini.
Allah SWT berfirman:
الْمُنافِقُونَ وَ الْمُنافِقاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَ يَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَ يَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنافِقينَ هُمُ الْفاسِقُونَ.
“Orang-orang munafik laki- laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang mungkar dan melarang berbuat yang makruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang- orang yang fasik.” (QS. At
taubah[9];67)
Ayat di atas menggambarkan kepada kita sebuah kondisi yang terjalin antara kaum munafiqîn dan munâfiqât. Kondisi hubungan yang terjalin di antara mereka itu adalah disatukan oleh walâ’, idiologi dan kepentingan serta kesamaan kualitas mental dan kejiwaan. Mereka saling membela dan saling tolong menolong dalam menghadang dan menentang kebenaran.
Mereka akan saling memberikan pembelaan, dukungan dan akan berusaha sekuat tenagga untuk mengharumkan nama-nama busuk mereka yang telah tercemar dengan kemunafikan, kejahatan atas agama dan kemanusian, dan pengkhianatan-pengkhianatannya.
Kaum Munafikin yang telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya itu ternyata tidak kesulitan mendapat para pembela di kehidupan dunia ini. Namun siapakah gerangan yang membela mereka di hadapan Allah SWT kelak?!
Allah berifrman menjelaskan kenyataan ini:
ها أَنْتُمْ هؤُلاءِ جادَلْتُمْ عَنْهُمْ فِي الْحَياةِ الدُّنْيا فَمَنْ يُجادِلُ اللَّهَ عَنْهُمْ يَوْمَ الْقِيامَةِ أَمْ مَنْ يَكُونُ عَلَيْهِمْ وَكيلاً.
“Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari kiamat Atau siapakah yang jadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah).” (QS. An Nisaâ’[4]:109)
Kenyataan ini juga terjadi terhadap Mu’awiyah (yang ditegaskan Nabi sebagai pimpinan Fiatun Bâghiyatun/kelompok yang menentang kebenaran, dan menganjurkan kepada api neraka). Ternyata ia juga mendapat pembelaan dari sekelompok orang atau pihak-pihak yang menyanjung idealisme Mu’awiyah dan keluarga Bani Umayyah.
Berbagai kejahatannya ditutup-tutupi …. apabila tak mampu mereka tutup-tutupi, mereka mencarikan seribu satu alasan untuk membelanya, atau membuat-buat kepalsuan atas nama Nabi saw. hadis-hadis yang menyanjungnya seakan sebagai titisan Ruh suci yang dipersembahkan untuk penduduk bumi… inilah yang terjadi…. dan apabila ternyata ada ulama yang bangkit membuktikan keburukan, pengkhiatan dan kemunafikan Mu’awiyah atau membuktikan bahwa tidak pernah barang sekali pun Nabi saw. bersabda memujinya, maka para anshâr dan awliyâ’/para pembela keluarga Bani Umayyah bangkit beramai-ramai membelanya dan menuduh siapapun yang berani membongkar fakta-fakta di atas sebagai membenci dan menghina sahabat Nabi saw.!
Di antara ulama Ahlusunnah yang dengan berani menyuarakan kebanaran tentang hakikat keburukan Mu’awiyah adalah Ishaq ibn Râhawaih al-Handhali.Setelah penelitian panjang dan mendalam tentang berbagai kepalsuan yang banyak dilakukan musuh-musuh Islam atas nama Nabi suci Muhammad saw., ia membongkar dengan berani bahwa tidak ada satupun hadis shahih yang memuji Mu’awiyah yang pernah disabdakan lisan suci Rasulullah saw. ….
Demikian juga dengan Imam an-Nasa’i..
Menyaksikan ketegasan pernyataan tersebut, maka para sisa-sisa pemuja kesesatan Mu’awiyah tidak terima… mereka memcari-cari berbagai alasan untuk membela tuan mereka…. akhirnya mereka memutuskan untuk mengakatan bahwa pernyataan itu tidak shahih pernah disampaikan oleh sang alim, pakar hadis itu! Usaha itu mereka dukung dengan alasan bahwa ternyata penukil ucapan itu masih majhûl/belum dikenal…. .
Haulasyiah berkata:
Kita katakan bahwa riwayat ini tidak shahih, karena di dalam sanadnya terdapat rowi yang bernama Ya’qub bin Yusuf Al-Asham ayahnya Muhammad bin Ya’qub bin Yusuf dia Majhul (tidak diketahui keadaannya). Maka jika suatu riwayat atau hadits yang didalam sanadnya terdapat rowi majhul, baik majhul ‘ain atau majhul hal haditsnya tidak dapat diterima terlebih dijadikan sebagai sandaran.

Akan tetapi usaha itu, sepertinya memilukan dan sekaligus memalukan, sebab;
Pertama: Pengingkar pernyataan itu harus mengajukan bukti bahwa ia majhûl atau pencacatan lainnya oleh sebagian ahli Jarh wa ta’dîl, sebab tidak benar menerima pencacatan yang tidak disertai dengan pembuktian.
Kedua: Ternyata pernyataan dan penegasan Ishaq ibn Râhawai al-Handhali telah dinukil dan dibenarkan oleh para pakar, peneliti dan korektor hadis ulung Ahlusunnah…. setiap kali berbicara tentang cacatnya hadis-hadis keutamaan Mu’awiyah yang banyak beredar di kalangan sebagian masyarakat berkat usaha getol pemalsu, para ulama tersebut mengajukan pernyataan Ishaq sebagai bukti penguat dan penegasan seorang pakar yang mumpuni di bidangnya dengan menyebut silsilah, mata rantai riwayat penukilannya tanpa sedikitpun mempermasalahkannya atau mempermasalahkan kejujuran si penukilnya! Bukankah ini bukti kuat bahwa pernyataan itu bersih dari tuduhan yang dilontarkan para pemuja kesesatan Mu’awiyah?!
Ketiga: Selain itu tidak jarang kita menemukan di antara pakar dan korektor hadis Ahlusunnah yang menyebutkan penegasan Ishaq tersebut dengan tanpa menyebut silsilah, mata rantai riwayat yang menyambungkan kepada Ishaq, dan memastikan bahwa demikianlah pendapat dan penegasan Ishaq ibn Rahawaih al-Handhali! Dan itu artinya bahwa kebenaran bahwa pernyataan itu benar-benar telah diucapkan Ishaq ibn Rahawaih adalah sesuatu yang masyhur dan pasti sehingga tidaklah terlalu perlu untuk repot-repot menyebutkan sanadnya. Penyebutan sanad itu diperlukan untuk sesuatu yang belum pasti!
Keempat: Andai mereka telah rampung mencacat dan melemahkan pernyataan Ishaq ibn Rahawaih, lalu apa yang mereka katakan tentang pernyataan sertupa dari Imam an-Nasa’i dan ulama lain dan dari Ibnu Hajaral-Mubârakfûri dan lain-lain? Apa pendapat mereka tentang pernyataan Imam Ahmad ibn Hanbal, seperti akan kami sebutkan di bawah nanti?
Di bawah ini, saya ajak para pemerhati untuk menyimak komentar para pakar dan korektor hadis Ahlusunnah tentang pernyataan Ishaq al-Handhali.
1) Ibnu al-Jawzi (w. 507H)
Setelah menyebutkan beberapa contoh hadis palsu buatan kaum munafikun yang memuji Mu’awiyah, Ibnu al- Jawzi mengakhirinya dengan menyebutkan pernyataan Ishaq ibn Rahawaih sebagai bukti penguat bahwa tidak satupu hadis fadhâil Mu’awiyah yang shahih.
Dengan sanad bersambung kepada Ya’qub ibn Yusuf, ia berkata, “Aku mendengar Ishaq ibn Ibrahim al-Handhali (Ibnu Râhawaih) berkata:
لا يَصِحُّ عن النبي (ص) فِيْ فضلِ معاوية بن أبي سفيان شيْيٌْ.
“Tidak shahih sesuatu apapun dari Nabi saw. tentang keutamaan Mu’awiyah.”

Kemudian ia mendukungnya dengan penegasan Imam Ahmad ibn Hanbal yang membongkar latar belakang pemalsuan atas nama Nabi saw. untuk memuji Mu’awiyah.
Abdullah putra Imam Ahmad bertanya kepada ayahnya, “Apa pendapatmu tentang Ali dan Mu’awiyah? Lalu ia menundukkan kepalanya sejenak kemudian berkata:
إيشْ أقول فيهِما. إنَّ علِيُّا عليه اللسلام كان كثيرَ الأَعداء، فَفَتَّشَ أَعداْؤه لَهُ عيبًا فلَمْ يَجِدُوه، فَجاءُوا إلى رجُلٍ قد حاربَهُ و قاتلَهُ فَأَطروه كيادًا منهم لهُ.
“Apa yang harus aku katakan tentang keduanya? Sesunggguhnya Ali (‘Alaihis Salam) adalah seorang yang banyak musuhnya, maka musuh-musuhnya mencari-cari kesalahanya, namun mereka tidak menemukannya, lalu mereka menuju kepada seorang yang telah memeranginya untuk mereka puji sebagai makar jahat mereka terhadap Ali.” (Baca al-Mawdhû’at; Ibnu al Jawzi,1/335)

Inilah khitam miski, penutup yang indah yang disebutkan Ibnu al-Jawzi ketika menutup rangkaian pembuktian kepalsuan hadis-hadis keutamaan Mu’awiyah.
Dan pada pernyataan Imam Ahmad di atas terlihat jelas bagi kita motivasi pemalsuan hadis keutamaan Mu’awiyah atas nama Nabi saw. atau pujian lain dari para sahabat atau lainnya. Ia hanya murni kepalsuan yang dimotivasi oleh kedengkian…. Dan kedengkian itu sekarang diwarisi oleh para pendengki dan musuh-musuh Imam Ali as, dengan memuji Mu’awiyah dan membela kesesatannya.
2) Al-Aini
Dalam syarah Bukharinya, al-‘Aini menegaskan, “Jika Anda berkata, ‘Telah datang banyak hadis tentang fadhîlah/keutamaan Mu’awiyah’, maka saya akan menjawabnya, ‘Ya, benar, akan tetapi tidak satupun yang shahih dari sisi sanadnya. Demikian nashsha, ditegaskan oleh Ibnu Râhawai dan an-Nasa’i serta ulama lainnya. Karenanya Bukhari dalam Shahihnya berkata, ‘Bab yang menyebut Mu’awiyah’ beliau tidak mengatakan bab tentang keutamaan atau keistimewaan.!
3) Ibnu Hajar al-Asqallani (w. 852H)
Ibnu Hajar al-Asqallâni mempertegas masalah ini ketika ia menjelaskan alasan penamaan bab dengan Bab Dzikru Mu’awiyah (sebutan Mu’awiyah) oleh Bukahri…. ia menyebutkan mengapa Imam Bukhari tidak menyebut nama bab itu dengan bab keutamaan Mu’awiyah? Sebab keutamaan tidak dapat disimpulkan dari hadis dalam bab tersebut….
Ibnu Hajar juga menyebutkan antek-antek Mu’awiyah dan Bani Umayyah yang dengan tanpa rasa malu menulis buku yang menghimpun hadis-hadis palsu keutamaan Mu’awiyah. Para antek tersebut adalah Ibnu Abu ‘Âshim, Abu Umar, Gulam Tsa’lab dan Abu Bakar an-Naqqâsy.
Setelahnya, Ibnu Hajar mengutip penegasan Ishaq ibn Râhawai seperti yang dikutip Ibnu al-Jawzi dan juga penegasan Imam Ahmad. Dan setelahnya Ibnu Hajar menjelaskan bahwa pernyataan Imam Ahmad itu menunjuk kepada hadis-hadis palsu yan diproduksi para pemalsu. Setelahnya Ibnu Hajar mempertegas dengan mengatakan:
وقَد ورد في فضائل معاوية أحاديثُ كثيرةٌ لكن ليسَ فيها ما يَصِحُّ من طريق الإسناد، و بذلكَ جزمَ إسحاق بن راهويه و النسائي و غيرُهما.
“Dan telah datang banyak hadis tentang keutamaan Mua’wiyah akan tetapi tidak satupun yang shahih dasi sisi sanad. Dan dengan ini Ibnu Râhawai dan an-Nasa’i serta lainnya menegaskan.” (Baca Fath al-Bâri,14/254-255)

Di sini Anda saksikan bahwa Ibnu Hajar –Khatimatul Huffâdz, penutup para pakar hadis, korektor ulung sunnah- telah memastikan bahwa demikianlah pendapat Ishaq ibn Râhawai, an-Nasa’i dan beberapa ulama lain. Ia tidak sedikit pun mengesankan adanya keraguan pada kebenaran penukilan ucapan dan pandangan itu!
4) As Suyuthi (w.911 H)
Dalam kitab al-La’âli al-Mashnû’ah, Jalaluddin as-Suyuthi menukil penegasan Ishaq ibn Râhawai dengaan tanpa sedikit pun mengisyaratkan adanya cacat pada jalur penukilannya. Bahkan penegasan itu ia sebutkan sebagai bukti kebenaran kesimpulan yang ia yakini. (baca al-La’âli al-Mashnû’ah,1/424. Maktabah at-Tijâriyah-Mesir)
5) Asy-Syaukâni (w.1250 H)
Dalam kitab al-Fawâid al-Majmû’ah, Asy-Syaukâni juga menukil pernyataan Ishaq ibn Râhawaih ketika menutup serangkaian pembuktian kepalsuan hadis-hadis keutamaan Mu’awiyah, dan beliau tidak sedikitpun mempermasalahkan para perawi dalam sanad penukilan tersebut. (Baca al-Fawâid al-Majmû’ah:407. Dar al-Kotob al-Ilmiyah-Beirut)
6) Al Mubârakfûri (w. 1353H)
Dalam at-uhfah al-Ahwadzi yang ditulis untuk mensyarahkan kitab Sunan at-Turmudzi, penulisnya;al-Mubârakfûri menegaskan, “Ketahuilah bahwa telah datang banyak hadis tentang keutamaan Mu’awiyah, akan tetapi tidak satupun darinya yang shahih dari sisi sanad. Dan dengan ini Ibnu Râhawai dan an-Nasa’i serta lainnya menegaskan.”
Kemudian beliau menyebutkan pernyataan Ishaq ibn Râhawai dan Imam Ahmad sebagai dikutip Ibnu al-Jawzi, tanpa sediktipun meragukan keshahihan penukilan tersebut!
Bahkan lebih dari itu, dua hadis yang dibawakan at-Turmudi tentang keutamaan Mu’awiyah ia tegakan sebagai tidak shahih.
Hadis pertama:
Dari Nabi saw. beliau bersabda:
“Ya Allah jadikan Mu’awiyah seorang pemberi petunjuk dan diberi ia petunjuk dan berilah petunjuk orang lain dengannya.”
Tentang hadis ini ia menegaskan, “Al-Hâfidz berkata, ‘Sanadnya tidak shahih.’”
Hadis kedua:
“Ya Allah berilah petunjuk orang dengan Mu’awiyah.”
Hadis ini ia pastikan bahwa pada mata rantai periwayatannya terdapat seorang yang bernama Amr ibn Wâqid ad-Dimasyqi, ia matrûk/harus dibuang hadisnya. (Baca at-Tuhfah al-Ahwadzi,10/ 339-340. al-Maktabab as-Salafiyah- Madinah munawwarah).
Demikianlah kita saksikan bagaimana para ulama, pakar dan korektor hadis telah sepakat menukil dan membenarkan pernyataan tersebut dari Ishaq ibn Rahawaih.
Lalu apa nilai pengingkaran antek-antek bani Umayyah di zaman kita ini? Tidak ada alasan lain bagi mereka selain semangat menyanjung Mu’awiyah seperti yang pernah dilakuakkn para pendahulu mereka yang dikecam Imam Ahmad ibn Hambal. Apa yang mereka lakukan hari ini sama dengan apa yang dilakukan para pendahulu mereka. Hati mereka serupa!
Maha Benar Allah dengan firman-Nya:
كَذَلِكَ قَالَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِم مِّثْلَ قَوْلِهِمْ تَشَابَهَتْ قُلُوْبُهُمْ .
“Demikian pula, orang-orang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka ini. Hati mereka serupa.” [QS. Al Baqaraah [2];118]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar