Solusi Tuntas atasi Seks Bebas
Pendahuluan
Pergaulan bebas rupanya masih menjadi bagian dari kehidupan remaja di negeri muslim ini. Di tengah keinginan menyelamatkan para remaja dari pergaulan bebas, sebuah video pesta seks pelajar justru beredar baru-baru ini. Kali ini terjadi di Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta. Dalam video tersebut terdapat tujuh anak laki-laki serta dua perempuan melakukan pesta mesum di hutan Semampir, Desa Semugih Rongkop. Diduga kuat peristiwa itu diabadikan dengan kamera ponsel oleh salah satu pelaku (Kompas.com, 01/02/2012).
Dewasa ini, pergaulan bebas di kalangan generasi muda kian tak terkendali, semakin liar. Hal ini sangat membuat miris ditengah gelora kebangkitan Islam yang mulai menggema gaungnya. Menjadi sebuah ironi, Indonesia dengan berpenduduk sekitar 240 juta jiwa, mayoritasnya adalah kaum muslimin, tetapi realitas di masyarakat, pelaku pergaulan bebas atau free sex adalah kalangan muda muslim.
Maraknya seks bebas di kalangan generasi muda yang demikian parahnya, membuat kita harus berpikir ekstra keras bagaimana agar kita, anak-anak kita, keluarga kita, saudara dan karib kerabat, tetangga dan sahabat serta orang-orang yang kita sayangi tidak terjerumus ke dalam lembah maksiyat tersebut.
Data BKKBN menyebutkan bahwa separuh gadis di Jabodetabek sudah tidak perawan lagi dan mengaku pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah, bahkan tidak sedikit yang mengalami kasus hamil di luar nikah. Begitu juga yang terjadi di kota-kota besar lainnya, seperti Surabaya, Medan, Bandung dan Yogyakarta.
Masih menurut survey yang dilakukan BKKBN, bahwa di Surabaya, perempuan lajang yang kegadisannya sudah hilang mencapai 54 persen, di Medan tercatat terdapat 52 persen gadis yang sudah tidak perawan lagi, di Bandung sebanyak 47 persen, dan Yogyakarta terdapat 37 persen (BKKN.go.id, 2010).
Seks bebas di kalangan remaja yang semakin liar berimplikasi pada meningkatnya jumlah kasus kehamilan di luar nikah yang kemudian memicu munculnya persoalan lain, yaitu praktek aborsi. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Komisi Perlindungan Anak (Komnas PA), sepanjang tahun 2008 hingga 2010. Kasus aborsi terus meningkat, dan sekitar 62 persen pelakunya adalah anak di bawah umur.
Sekjen Komnas PA, Samsul Ridwan, menyatakan bahwa sepanjang tahun 2008 hingga 2010 itu, kenaikan kasus aborsi mencapai 15 persen setiap tahunnya. Pada tahun 2008, ditemukan sekitar dua juta jiwa anak korban aborsi. Tahun berikutnya naik menjadi 300 jiwa sedangkan tahun 2010 jumlahnya 200 ribu jiwa.
Pergaulan Bebas, Persoalan Ideologis
Semua kalangan tentu sepakat bahwa pergaulan bebas,
termasuk perzinahan adalah tindakan kotor dan merusak. Apalagi di kalangan remaja – masa yang semestinya tidak memikirkan persoalan tersebut apalagi melakukannya, karena mereka seharusnya disibukkan oleh padatnya kegiatan belajar di sekolah dan berbagai aktivitas yang menyertainya. Kenyataannya, banyak dari mereka yang terjerumus pada jebakan syaitan ini.
Seks bebas di kalangan remaja (generasi muda) tidaklah terjadi dengan sendirinya. Banyak faktor yang memicu aktivitas penyimpangan perilaku ini. Penyebab utama maraknya seks bebas adalah adanya penerapan sistem Kapitalisme yang mengagungkan kebebasan individu dalam hal berperilaku, beragama, berpendapat dan kepemilikan. Kebebasan individu lahir dari keyakinan/akidah sekularisme yang meniadakan peran Sang Pencipta untuk mengatur kehidupan. Manusialah yang berhak membuat aturan.
Berikut Ini Factor-Faktor Yang Menjadi Pemicu Seks Bebas :
1. Fungsi negara yang lemah.
Negara dalam sistem Kapitalisme hanya berfungsi sebagai regulator yang menjamin kebebasan individu. Negara bukan berfungsi sebagai pengurus dan pelayan rakyat, penjamin pemenuhan kebutuhan-kebutuhan seluruh rakyatnya, serta penjaga moral dan akidah masyarakat. Negara tidak memiliki jaminan hukum untuk menghapus sarana dan prasarana yang menunjang maraknya perilaku seks bebas. Negara juga tidak memiliki kepastian hukum untuk menindak tegas segala bentuk kejahatan, termasuk kejahatan asusila. Pasalnya, negara telah dipasung oleh kebebasan individu yang dijamin atas nama HAM (Hak Asasi Manusia). HAM telah melegalisasi setiap individu untuk berperilaku bebas, termasuk melakukan seks bebas. Negara membiarkannya bahkan memfasilitasi sarana prasarana yang memungkinkan untuk diakses dalam melakukan perbuatan seks bebas. Buktinya, negara membiarkan keberadaan night club 24 jam. Tempat-tempat pelacuran dilegalisasi. Para pelacurnya bahkan diakui sebagai pekerja dengan sebutan Pekerja Seks Komersial (PSK). Atas nama kebebasan pers negara pun membiarkan tontonan TV yang menyuguhkan materi pornografi sehingga diakses oleh seluruh kalangan termasuk anak-anak. VCD/DVD porno sangat mudah didapat karena dibiarkan beredar secara komersial dengan harga yang sangat murah sehingga bisa diakses oleh siapa saja dan di mana saja. Bahkan kini makin banyak cara untuk menjual materi pornografi melalui internet dan handphone.
2. Andil media massa.
Media massa sangat efektif dalam membangun pemikiran dan persepsi tentang standar-standar kehidupan. Aktivitas seks bebas semakin meningkat karena adanya dukungan media massa yang ikut andil menyebarluaskan pemikiran maupun perbuatan-perbuatan yang bermuatan liberal. Media massa atas nama kebebasan pers mendapatkan legalisasi untuk menulis, mencetak dan menyebarluaskan materi-materi pornografi dan pornoaksi yang merangsang munculnya perilaku seks bebas, khususnya di kalangan remaja. Bahkan saat sudah jelas-jelas melakukan penyebarluasan pornografi dan dijatuhi sanksi hukum, namun atas nama kebebasan pers, pemilik media dapat bebas dari jeratan hukum, sebagaimana yang dialami oleh Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Indonesia, Erwin Arnada.
3. Masyarakat permisif.
Sistem Kapitalisme telah memunculkan kehidupan yang individualistis dan materialistis; kehidupan yang mengutamakan kepuasan-kepuasan individual dengan menghalalkan segala cara tanpa memperhatikan kepentingan orang lain. Maraknya perilaku seks bebas di kalangan remaja karena kepedulian masyarakat untuk melakukan kontrol sosial sudah semakin menipis. Masyarakat saat ini lebih mengutama-kan kepentingan pribadi. Mereka merasa tidak bertanggung jawab untuk menghentikan aktivitas-aktivitas seks bebas yang ada di sekitarnya. Saat ini anak remaja yang berpacaran sudah dianggap biasa dan dianggap gaul. Bahkan yang tidak berpacaran dianggap aneh dan dicurigai sebagai perbuatan yang tidak normal. Aktivitas pacaran yang mendekati perbuatan zina (berdua-duaan, berpegangan tangan, berciuman di depan umum, bahkan hubungan seks) dianggap sebagai konsekuensi kehidupan yang modern. Keberadaan tempat-tempat yang menyediakan aktivitas hura-hura yang disertai dengan minum-minuman keras, narkoba dan perbuatan asusila lainnya dibiarkan begitu saja. Bahkan pihak yang berusaha melakukan amar makruf nahi mungkar dianggap bisa dianggap radikal bila menolak perbuatan-perbuatan maksiat tersebut.
4. Meluasnya pornografi dan pornoaksi.
UU Pornografi yang disahkan pada tahun 2008 terbukti tidak mampu mencegah dan menghentikan aktivitas pornografi dan pornoakasi. Saat ini pornografi dan pornoaksi semakin mudah diakses melalui internet dan handphone dengan materi yang lebih vulgar. Masih sangat jelas bagi kita apa yang terjadi dalam kasus Ariel Peterpan dengan para kekasihnya yang menyebar melalui dunia maya dan handphone, ditambah lagi perbuatan anggota DPR yang menikmati pornografi-pornoaksi melalui internet saat di ruangan rapat. Semua itu merupakan bukti nyata yang amat menjijikkan.
5. Pendidikan agama lemah.
Di negeri ini pendidikan agama hanya diajarkan dengan jumlah jam yang sangat sedikit bila dibandingkan dengan pelajaran eksakta dan bahasa. Pendidikan agama hanya diajarkan 2 jam seminggu. Itu pun dengan bobot yang kosong dari penanaman akidah dan keterikatan pada hukum syariah. Akibatnya, remaja tidak mendapatkan pondasi agama yang kokoh. Karena itu, mereka tidak bisa menyaring dan menyeleksi berbagai rangsangan berupa pemikiran dan perbuatan yang mengarah pada perilaku seks bebas. Pendidikan agama hanya dibatasi pada pengajaran Islam sebagai nilai, norma dan budaya; bukan sebagai suatu sistem yang berhak mengatur kehidupan dalam seluruh aspek kehidupan. Ditambah lagi dengan adanya stigmatisasi terhadap Islam sebagai suatu sistem kehidupan telah menyebabkan remaja semakin asing dan jauh dari Islam sebagai way of life.
6. Keluarga bermasalah.
Sikap individualis dan materialis telah mengalir deras dalam kehidupan keluarga yang menyebabkan fungsi keluarga mengalami porak-poranda. Atas nama mencukupi kebutuhan keluarga dan meraih eksistensi di tengah masyarakat, orangtua (ayah-ibu) berlomba-lomba bekerja dan mencari uang dari pagi hingga malam hari tanpa memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak-anak di rumah. Peran orangtua sebagai pendidik dan pembina anak-anak sudah diserahkan kepada media (TV, Internet, Play Station, dll), pembantu dan sekolah dengan kompensasi penyediaan anggaran yang besar. Orangtua menjadikan materi sebagai standar dalam memberikan kebahagiaan kepada anggota keluarga. Aktivitas anak-anak tidak terkontrol dengan baik. Mereka tidak mendapatkan kasih sayang yang cukup. Bahkan orangtua tidak lagi menjadi teladan yang baik bagi anak-anak. Mereka memberikan contoh yang buruk dengan perilaku perselingkuhan, korupsi, pertengkaran suami-istri, meminum-minuman keras, dan lain-lain. Padahal remaja yang sedang menuju masa balig tentu membutuhkan keteladanan, bimbingan dan kasih sayang yang cukup dari orangtua.
Solusi Syar’i
Maraknya perilaku seks bebas di kalangan remaja hanya terjadi di dalam sistem yang menghalalkan segala cara, mengagungkan kebebasan dan mencampakkan peran agama dalam mengatur kehidupan. Semua ini ada di dalam sistem Kapitalisme yang berlandaskan sekularisme.
Ini berbeda dengan Islam. Islam adalah sistem yang mampu mewujudkan kehidupan yang menjamin pemenuhan kebutuhan hidup, menenteramkan jiwa dan memuaskan akal. Islam memiliki tatanan kehidupan yang khas yang mampu menghentikan perilaku seks bebas secara tuntas dan mencegah munculnya peluang-peluang penyimpangan perilaku termasuk seks bebas.
Islam memiliki solusi yang dilandaskan pada nash-nash syariah yang berasal dari al-Quran dan as-Sunnah. Sistem Islam telah diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam sejak masa Rasulullah saw., Khulafaur Rasyidin dan masa Kekhilafahan sesudahnya sampai tahun 1924. Islam memiliki kemampuaun menyelesaikan penyimpangan perilaku (seks bebas) dan menghentikannya secara tuntas saat diterapkan secara kaffah (baik pada masa silam maupun pada masa yang datang).
Penyelesaian penyimpangan perilaku seks yang melanda remaja pada khususnya dan kaum Muslim pada umumnya membutuhkan langkah yang terintegrasi antar berbagai komponen, baik keluarga, sekolah (pendidikan), masyarakat dan negara. Seluruh komponen ini membutuhkan penyamaan persepsi tentang standar yang diambil sebagai solusi. Kebutuhan untuk menyelesaikan masalah secara tuntas harus dikembalikan pada Islam.
Solusi Islam untuk mengatasi permasalahan seks bebas, di antaranya sebagai berikut: Pertama, Islam telah memerintahkan kepada kepala keluarga untuk mendidik anggota keluarga dengan Islam agar jauh dari api neraka (tidak melakukan kemaksiatan) (Lihat: QS at-Tahrim [66]: 6).
Kedua, sebagai tindakan preventif, Islam memiliki seperangkat solusi, di antaranya:
1. Islam telah mewajibkan laki-laki dan perempuan untuk menutup aurat, yang bila dilanggar tentu ada sanksinya. Terkait aurat laki-laki yang wajib ditutup, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya (laki-laki) dari bawah pusar sampai ke dua lututnya merupakan auratnya.” (HR Ahmad).” Adapun terkait aurat wanita, Allah SWT telah merintahkan kaum wanita untuk menutup aurat mereka, termasuk memakai kerudung dan jilbab (Lihat: QS an-Nur [24]: 31 dan al-Ahzab [33]: 59). Dengan tertutupnya aurat pria dan wanita maka pornoaksi dan pornografi tidak akan ada di tengah masyarakat. Dengan begitu, naluri seksual tidak distimulasi pada saat yang tidak tepat.
2. Islam mengharuskan laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangan mereka (QS an-Nur [24]: 30-31). Laki-laki tidak boleh memandang perempuan dengan pandangan yang bersifat seksual. Demikian pula perempuan. Mereka harus menghindari diri dari perbincangan yang mengarah pada eksploitasi seksualitas. Perbincangan di antara mereka hanya perbincangan tugas dan keahlian mereka saja demi mewujudkan kebaikan dan kemajuan.
3. Islam menerapkan pemisahan antara tempat aktivitas laki-laki dan perempuan dalam kehidupan umum di tempat-tempat tertentu, seperti dalam aktivitas belajar-mengajar, perayaan berbagai acara, di tempat bekerja (tidak satu ruangan antara manajer dan sekretaris yang perempuan, misalnya).
4. Islam melarang mendekati aktivitas-aktivitas yang merangsang munculnya perzinaan (QS al-Isra’ [17]: 32). Islam, misalnya, telah melarang aktivitas berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan tanpa ada kepentingan yang dibolehkan syariah. Rasulullah saw. bersabda, “Jangan sekali-kali seorang lelaki berdia-duan dengan perempuan (berkhalwat) karena sesungguhnya setan ada sebagai pihak ketiga.” (HR al-Baihaqi).
5. Islam melarang seorang pria dan wanita melakukan kegiatan dan pekerjaan yang menonjolkan sensualitasnya. Rafi’ ibnu Rifa’a pernah bertutur, “Nabi saw. telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan oleh kedua tangannya. Beliau bersabda “Seperti inilah jari-jemarinya yang kasar sebagaimana halnya tukang roti, pemintal, atau pengukir.”
6. Islam menjadikan pernikahan sebagai satu-satunya solusi untuk memenuhi naluri seksual yang sesuai dengan fitrah dan tujuan penciptaan naluri seks. Islam mendorong setiap Muslim yang telah mampu menanggung beban untuk menikah sebagai cara pemenuhan naluri seksual (Lihat: QS an-Nur [24]: 32). Rasulullah saw. juga bersabda, “Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang telah mampu memikul beban, hendaklah ia menikah karena menikah dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Siapa saja yang belum mampu, hendaklah berpuasa, karena puasa dapat menjadi pengendali.”
Ketiga, Islam memelihara urusan masyarakat agar berjalan sesuai dengan aturan Allah SWT. Oleh karena itu, Islam telah menyiapkan seperangkat sanksi yang diterapkan negara bagi pelanggar aturan Allah SWT, dalam hal ini untuk mencegah terjadinya seks bebas, yaitu: Allah SWT menetapkan hukuman rajam bagi pezina muhshan (yang sudah menikah) dan cambuk 100 kali bagi pezina yang bukan muhshan.
Keempat, Islam melarang aktivitas membuat dan mencetak gambar porno serta membuat cerita-cerita bertema cinta dan yang merangsang nafsu syahwat. Para pelakunya akan diberikan tindakan yang tegas tanpa adanya diskriminasi hukum.
Kelima, Islam memerintahkan amar makruf nahi mungkar, tidak boleh membiarkan ada suatu kemaksiatan (Lihat: QS al-Anfal [8]: 25).
Peran dan Posisi Muslimah Untuk Melibas Seks Bebas
Demikianlah, Indonesia masih menjadi surge bagi para penggiat seks bebas. Dibutuhkan langkah konkret untuk membebaskan generasi muda dari kungkungan seks bebas, terlebih dari faham yang melahirkan kebebasan, yaitu kapitalisme-sekulerisme.
Untuk mewujudkan Indonesia bersih dari seks bebas dan menjadi Negara terdepan, mandiri dan lebih baik, diperlukan sebuah dekonstruksi peran dan posisi muslimah ke depan. Oleh karenanya ada beberapa hal yang dapat dilakukan:
Mengembalikan Posisi Muslimah Sebagai Ummun wa rabbatul Bayt
Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan internalisasi ideology ke dalam diri muslimah yang harus mendapat dukungan dari keluarga. Proses internalisasi ideology ini dilakukan melalui kajian intensif (halqah murakkazah), untuk membentuk individu-individu muslimah yang ideologis, memiliki kepribadian Islam dimana pemikiran dan perilakunya senantiasa disandarkan kepada Islam, yakni tolak ukurnya halal dan haram, yang menjadikan Islam sebagai kacamata didalam memandang dunia, termasuk dalam persoalan pergaulan bebas. Muslimah lah yang akan menjadi lokomotif peradaban yang sesungguhnya, yang akan menarik gerbong masyarakat dari peradaban buatan manusia menuju peradaabn langit berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah. Proses internalisasi ideology ini penting dilakukan untuk mengetahui gambaran yang jelas dimana sebenarnya potensi, arah dan kontribusi muslimah dalam upaya mewujudkan kehidupan yang islami, bersih dari seks bebas. Problem ideologis yang terjadi yakni sekulerisasi (pemisahan ranah kehidupan dari aturan Islam) harus menjadi sasaran perlawanan para muslimah. Perjuangan dalam ranah ideology ini mengharuskan muslimah memahami tentang ideology apa yang mampu menandingi bahkan mengenyahkan ideology sekuler ini. Maka tatkala penyebab segala keterpurukan ini, termasuk merajalelanya seks bebas, adalah ideologi kapitalisme dan tentunya tidak mungkin untuk mengadopsi kembali ideology komunisme-sosialisme yang tidak sesuai dengan fotrah manusia, maka pilihan satu-satunya adalah ideology islam.
Menyamakan visi muslimah untuk perubahan
Hal ini dapat dilakukan dengan pertemuan lembaga-lembaga/organisasi-organisasi perempuan yang didesain untuk menyamakan persepsi tentang problem mendasar yang dihadapi umat, termasuk perempuan, bukan hanya seks bebas, karena persoalan seks bebas adalah persoalan cabang yang lahir dari persoalan utamanya, yaitu tidak diterapkannya hukum Islam dalam kancah kehidupan.
Konsolidasi dan penguatan jaringan elemen muslimah
Dengan mengajak lembaga/organisasi perempuan yang lain, untuk merapatkan barisan, walaupun berbeda dlambentuk organisasi dan latar belakang pendiriannya, namun hal ini tidak kemudian menjadi alas an untuk bergerak sendiri-sendiri. Organisasi perempuan harus bergerak dalam satu pola dan alur perjuangan yang padu, terarah, sistematis dan ideologis. Faktor pengikat ideologis inilah yang akan menjadikan organisasi perempuan semakin massif dan kokoh berpijak pada idealismenya, dan siap memberantas seks bebas.
Pembentukan opini umum
Hal ini dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang peran dan langkah apa yang harus mereka lakukan dalam upaya keluar dari jeratan kapitalisme, dari kubangan seks bebas. Sehingga aksi-aksi dan beragam event perempuan hendaknya diarahkan sebagai upaya terus menelanjangi kebobrokan sekulerisme dan beragam ide turunanya yang diterapkan dalam segenap aspek kehidupan. Sembari menawarkan solusi ideologis terhadap berbagai problema yang dihadapi tersebut.
Penutup
Tatkala penjagaan terhadap remaja lemah, baik dari keluarga, masyarakat maupun Negara, maka remaja benar-benar harus berhadapan dengan ideologi sesat dan sistem hidup yang rusak. Kehidupan mereka semakin liberal, tak terkecuali saat mereka berinteraksi dengan lawan jenis. Dorongan seksual yang tak terbendung, sementara kontrol diri mereka lemah, ditambah lingkungan yang mendukung, benar-benar telah memuluskan jalan bagi tindakan bejat ini. Oleh karenanya, selama sekulerisme, kapitalisme dan liberalisme ada di sekitar mereka, maka pergaulan bebas akan subur berkembang. Inilah akar persoalannya, pergaulan bebas adalah buah dari liberalisme, paham kehidupan yang menjauhkan perilaku remaja dari pengaturan syariat Islam.
Hanya dengan Khilafah, seks bebas di kalangan remaja dapat dilibas tuntas. Untuk mewujudkan semua itu, diperlukan upaya terintegrasi dari berbagai komponen umat, baik individu, masyarakat maupun Negara.
WalLahu a’lam bi ash-shawwab. []
Dari berbagai sumber
Pendahuluan
Pergaulan bebas rupanya masih menjadi bagian dari kehidupan remaja di negeri muslim ini. Di tengah keinginan menyelamatkan para remaja dari pergaulan bebas, sebuah video pesta seks pelajar justru beredar baru-baru ini. Kali ini terjadi di Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta. Dalam video tersebut terdapat tujuh anak laki-laki serta dua perempuan melakukan pesta mesum di hutan Semampir, Desa Semugih Rongkop. Diduga kuat peristiwa itu diabadikan dengan kamera ponsel oleh salah satu pelaku (Kompas.com, 01/02/2012).
Dewasa ini, pergaulan bebas di kalangan generasi muda kian tak terkendali, semakin liar. Hal ini sangat membuat miris ditengah gelora kebangkitan Islam yang mulai menggema gaungnya. Menjadi sebuah ironi, Indonesia dengan berpenduduk sekitar 240 juta jiwa, mayoritasnya adalah kaum muslimin, tetapi realitas di masyarakat, pelaku pergaulan bebas atau free sex adalah kalangan muda muslim.
Maraknya seks bebas di kalangan generasi muda yang demikian parahnya, membuat kita harus berpikir ekstra keras bagaimana agar kita, anak-anak kita, keluarga kita, saudara dan karib kerabat, tetangga dan sahabat serta orang-orang yang kita sayangi tidak terjerumus ke dalam lembah maksiyat tersebut.
Data BKKBN menyebutkan bahwa separuh gadis di Jabodetabek sudah tidak perawan lagi dan mengaku pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah, bahkan tidak sedikit yang mengalami kasus hamil di luar nikah. Begitu juga yang terjadi di kota-kota besar lainnya, seperti Surabaya, Medan, Bandung dan Yogyakarta.
Masih menurut survey yang dilakukan BKKBN, bahwa di Surabaya, perempuan lajang yang kegadisannya sudah hilang mencapai 54 persen, di Medan tercatat terdapat 52 persen gadis yang sudah tidak perawan lagi, di Bandung sebanyak 47 persen, dan Yogyakarta terdapat 37 persen (BKKN.go.id, 2010).
Seks bebas di kalangan remaja yang semakin liar berimplikasi pada meningkatnya jumlah kasus kehamilan di luar nikah yang kemudian memicu munculnya persoalan lain, yaitu praktek aborsi. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Komisi Perlindungan Anak (Komnas PA), sepanjang tahun 2008 hingga 2010. Kasus aborsi terus meningkat, dan sekitar 62 persen pelakunya adalah anak di bawah umur.
Sekjen Komnas PA, Samsul Ridwan, menyatakan bahwa sepanjang tahun 2008 hingga 2010 itu, kenaikan kasus aborsi mencapai 15 persen setiap tahunnya. Pada tahun 2008, ditemukan sekitar dua juta jiwa anak korban aborsi. Tahun berikutnya naik menjadi 300 jiwa sedangkan tahun 2010 jumlahnya 200 ribu jiwa.
Pergaulan Bebas, Persoalan Ideologis
Semua kalangan tentu sepakat bahwa pergaulan bebas,
termasuk perzinahan adalah tindakan kotor dan merusak. Apalagi di kalangan remaja – masa yang semestinya tidak memikirkan persoalan tersebut apalagi melakukannya, karena mereka seharusnya disibukkan oleh padatnya kegiatan belajar di sekolah dan berbagai aktivitas yang menyertainya. Kenyataannya, banyak dari mereka yang terjerumus pada jebakan syaitan ini.
Seks bebas di kalangan remaja (generasi muda) tidaklah terjadi dengan sendirinya. Banyak faktor yang memicu aktivitas penyimpangan perilaku ini. Penyebab utama maraknya seks bebas adalah adanya penerapan sistem Kapitalisme yang mengagungkan kebebasan individu dalam hal berperilaku, beragama, berpendapat dan kepemilikan. Kebebasan individu lahir dari keyakinan/akidah sekularisme yang meniadakan peran Sang Pencipta untuk mengatur kehidupan. Manusialah yang berhak membuat aturan.
Berikut Ini Factor-Faktor Yang Menjadi Pemicu Seks Bebas :
1. Fungsi negara yang lemah.
Negara dalam sistem Kapitalisme hanya berfungsi sebagai regulator yang menjamin kebebasan individu. Negara bukan berfungsi sebagai pengurus dan pelayan rakyat, penjamin pemenuhan kebutuhan-kebutuhan seluruh rakyatnya, serta penjaga moral dan akidah masyarakat. Negara tidak memiliki jaminan hukum untuk menghapus sarana dan prasarana yang menunjang maraknya perilaku seks bebas. Negara juga tidak memiliki kepastian hukum untuk menindak tegas segala bentuk kejahatan, termasuk kejahatan asusila. Pasalnya, negara telah dipasung oleh kebebasan individu yang dijamin atas nama HAM (Hak Asasi Manusia). HAM telah melegalisasi setiap individu untuk berperilaku bebas, termasuk melakukan seks bebas. Negara membiarkannya bahkan memfasilitasi sarana prasarana yang memungkinkan untuk diakses dalam melakukan perbuatan seks bebas. Buktinya, negara membiarkan keberadaan night club 24 jam. Tempat-tempat pelacuran dilegalisasi. Para pelacurnya bahkan diakui sebagai pekerja dengan sebutan Pekerja Seks Komersial (PSK). Atas nama kebebasan pers negara pun membiarkan tontonan TV yang menyuguhkan materi pornografi sehingga diakses oleh seluruh kalangan termasuk anak-anak. VCD/DVD porno sangat mudah didapat karena dibiarkan beredar secara komersial dengan harga yang sangat murah sehingga bisa diakses oleh siapa saja dan di mana saja. Bahkan kini makin banyak cara untuk menjual materi pornografi melalui internet dan handphone.
2. Andil media massa.
Media massa sangat efektif dalam membangun pemikiran dan persepsi tentang standar-standar kehidupan. Aktivitas seks bebas semakin meningkat karena adanya dukungan media massa yang ikut andil menyebarluaskan pemikiran maupun perbuatan-perbuatan yang bermuatan liberal. Media massa atas nama kebebasan pers mendapatkan legalisasi untuk menulis, mencetak dan menyebarluaskan materi-materi pornografi dan pornoaksi yang merangsang munculnya perilaku seks bebas, khususnya di kalangan remaja. Bahkan saat sudah jelas-jelas melakukan penyebarluasan pornografi dan dijatuhi sanksi hukum, namun atas nama kebebasan pers, pemilik media dapat bebas dari jeratan hukum, sebagaimana yang dialami oleh Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Indonesia, Erwin Arnada.
3. Masyarakat permisif.
Sistem Kapitalisme telah memunculkan kehidupan yang individualistis dan materialistis; kehidupan yang mengutamakan kepuasan-kepuasan individual dengan menghalalkan segala cara tanpa memperhatikan kepentingan orang lain. Maraknya perilaku seks bebas di kalangan remaja karena kepedulian masyarakat untuk melakukan kontrol sosial sudah semakin menipis. Masyarakat saat ini lebih mengutama-kan kepentingan pribadi. Mereka merasa tidak bertanggung jawab untuk menghentikan aktivitas-aktivitas seks bebas yang ada di sekitarnya. Saat ini anak remaja yang berpacaran sudah dianggap biasa dan dianggap gaul. Bahkan yang tidak berpacaran dianggap aneh dan dicurigai sebagai perbuatan yang tidak normal. Aktivitas pacaran yang mendekati perbuatan zina (berdua-duaan, berpegangan tangan, berciuman di depan umum, bahkan hubungan seks) dianggap sebagai konsekuensi kehidupan yang modern. Keberadaan tempat-tempat yang menyediakan aktivitas hura-hura yang disertai dengan minum-minuman keras, narkoba dan perbuatan asusila lainnya dibiarkan begitu saja. Bahkan pihak yang berusaha melakukan amar makruf nahi mungkar dianggap bisa dianggap radikal bila menolak perbuatan-perbuatan maksiat tersebut.
4. Meluasnya pornografi dan pornoaksi.
UU Pornografi yang disahkan pada tahun 2008 terbukti tidak mampu mencegah dan menghentikan aktivitas pornografi dan pornoakasi. Saat ini pornografi dan pornoaksi semakin mudah diakses melalui internet dan handphone dengan materi yang lebih vulgar. Masih sangat jelas bagi kita apa yang terjadi dalam kasus Ariel Peterpan dengan para kekasihnya yang menyebar melalui dunia maya dan handphone, ditambah lagi perbuatan anggota DPR yang menikmati pornografi-pornoaksi melalui internet saat di ruangan rapat. Semua itu merupakan bukti nyata yang amat menjijikkan.
5. Pendidikan agama lemah.
Di negeri ini pendidikan agama hanya diajarkan dengan jumlah jam yang sangat sedikit bila dibandingkan dengan pelajaran eksakta dan bahasa. Pendidikan agama hanya diajarkan 2 jam seminggu. Itu pun dengan bobot yang kosong dari penanaman akidah dan keterikatan pada hukum syariah. Akibatnya, remaja tidak mendapatkan pondasi agama yang kokoh. Karena itu, mereka tidak bisa menyaring dan menyeleksi berbagai rangsangan berupa pemikiran dan perbuatan yang mengarah pada perilaku seks bebas. Pendidikan agama hanya dibatasi pada pengajaran Islam sebagai nilai, norma dan budaya; bukan sebagai suatu sistem yang berhak mengatur kehidupan dalam seluruh aspek kehidupan. Ditambah lagi dengan adanya stigmatisasi terhadap Islam sebagai suatu sistem kehidupan telah menyebabkan remaja semakin asing dan jauh dari Islam sebagai way of life.
6. Keluarga bermasalah.
Sikap individualis dan materialis telah mengalir deras dalam kehidupan keluarga yang menyebabkan fungsi keluarga mengalami porak-poranda. Atas nama mencukupi kebutuhan keluarga dan meraih eksistensi di tengah masyarakat, orangtua (ayah-ibu) berlomba-lomba bekerja dan mencari uang dari pagi hingga malam hari tanpa memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak-anak di rumah. Peran orangtua sebagai pendidik dan pembina anak-anak sudah diserahkan kepada media (TV, Internet, Play Station, dll), pembantu dan sekolah dengan kompensasi penyediaan anggaran yang besar. Orangtua menjadikan materi sebagai standar dalam memberikan kebahagiaan kepada anggota keluarga. Aktivitas anak-anak tidak terkontrol dengan baik. Mereka tidak mendapatkan kasih sayang yang cukup. Bahkan orangtua tidak lagi menjadi teladan yang baik bagi anak-anak. Mereka memberikan contoh yang buruk dengan perilaku perselingkuhan, korupsi, pertengkaran suami-istri, meminum-minuman keras, dan lain-lain. Padahal remaja yang sedang menuju masa balig tentu membutuhkan keteladanan, bimbingan dan kasih sayang yang cukup dari orangtua.
Solusi Syar’i
Maraknya perilaku seks bebas di kalangan remaja hanya terjadi di dalam sistem yang menghalalkan segala cara, mengagungkan kebebasan dan mencampakkan peran agama dalam mengatur kehidupan. Semua ini ada di dalam sistem Kapitalisme yang berlandaskan sekularisme.
Ini berbeda dengan Islam. Islam adalah sistem yang mampu mewujudkan kehidupan yang menjamin pemenuhan kebutuhan hidup, menenteramkan jiwa dan memuaskan akal. Islam memiliki tatanan kehidupan yang khas yang mampu menghentikan perilaku seks bebas secara tuntas dan mencegah munculnya peluang-peluang penyimpangan perilaku termasuk seks bebas.
Islam memiliki solusi yang dilandaskan pada nash-nash syariah yang berasal dari al-Quran dan as-Sunnah. Sistem Islam telah diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam sejak masa Rasulullah saw., Khulafaur Rasyidin dan masa Kekhilafahan sesudahnya sampai tahun 1924. Islam memiliki kemampuaun menyelesaikan penyimpangan perilaku (seks bebas) dan menghentikannya secara tuntas saat diterapkan secara kaffah (baik pada masa silam maupun pada masa yang datang).
Penyelesaian penyimpangan perilaku seks yang melanda remaja pada khususnya dan kaum Muslim pada umumnya membutuhkan langkah yang terintegrasi antar berbagai komponen, baik keluarga, sekolah (pendidikan), masyarakat dan negara. Seluruh komponen ini membutuhkan penyamaan persepsi tentang standar yang diambil sebagai solusi. Kebutuhan untuk menyelesaikan masalah secara tuntas harus dikembalikan pada Islam.
Solusi Islam untuk mengatasi permasalahan seks bebas, di antaranya sebagai berikut: Pertama, Islam telah memerintahkan kepada kepala keluarga untuk mendidik anggota keluarga dengan Islam agar jauh dari api neraka (tidak melakukan kemaksiatan) (Lihat: QS at-Tahrim [66]: 6).
Kedua, sebagai tindakan preventif, Islam memiliki seperangkat solusi, di antaranya:
1. Islam telah mewajibkan laki-laki dan perempuan untuk menutup aurat, yang bila dilanggar tentu ada sanksinya. Terkait aurat laki-laki yang wajib ditutup, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya (laki-laki) dari bawah pusar sampai ke dua lututnya merupakan auratnya.” (HR Ahmad).” Adapun terkait aurat wanita, Allah SWT telah merintahkan kaum wanita untuk menutup aurat mereka, termasuk memakai kerudung dan jilbab (Lihat: QS an-Nur [24]: 31 dan al-Ahzab [33]: 59). Dengan tertutupnya aurat pria dan wanita maka pornoaksi dan pornografi tidak akan ada di tengah masyarakat. Dengan begitu, naluri seksual tidak distimulasi pada saat yang tidak tepat.
2. Islam mengharuskan laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangan mereka (QS an-Nur [24]: 30-31). Laki-laki tidak boleh memandang perempuan dengan pandangan yang bersifat seksual. Demikian pula perempuan. Mereka harus menghindari diri dari perbincangan yang mengarah pada eksploitasi seksualitas. Perbincangan di antara mereka hanya perbincangan tugas dan keahlian mereka saja demi mewujudkan kebaikan dan kemajuan.
3. Islam menerapkan pemisahan antara tempat aktivitas laki-laki dan perempuan dalam kehidupan umum di tempat-tempat tertentu, seperti dalam aktivitas belajar-mengajar, perayaan berbagai acara, di tempat bekerja (tidak satu ruangan antara manajer dan sekretaris yang perempuan, misalnya).
4. Islam melarang mendekati aktivitas-aktivitas yang merangsang munculnya perzinaan (QS al-Isra’ [17]: 32). Islam, misalnya, telah melarang aktivitas berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan tanpa ada kepentingan yang dibolehkan syariah. Rasulullah saw. bersabda, “Jangan sekali-kali seorang lelaki berdia-duan dengan perempuan (berkhalwat) karena sesungguhnya setan ada sebagai pihak ketiga.” (HR al-Baihaqi).
5. Islam melarang seorang pria dan wanita melakukan kegiatan dan pekerjaan yang menonjolkan sensualitasnya. Rafi’ ibnu Rifa’a pernah bertutur, “Nabi saw. telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan oleh kedua tangannya. Beliau bersabda “Seperti inilah jari-jemarinya yang kasar sebagaimana halnya tukang roti, pemintal, atau pengukir.”
6. Islam menjadikan pernikahan sebagai satu-satunya solusi untuk memenuhi naluri seksual yang sesuai dengan fitrah dan tujuan penciptaan naluri seks. Islam mendorong setiap Muslim yang telah mampu menanggung beban untuk menikah sebagai cara pemenuhan naluri seksual (Lihat: QS an-Nur [24]: 32). Rasulullah saw. juga bersabda, “Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang telah mampu memikul beban, hendaklah ia menikah karena menikah dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Siapa saja yang belum mampu, hendaklah berpuasa, karena puasa dapat menjadi pengendali.”
Ketiga, Islam memelihara urusan masyarakat agar berjalan sesuai dengan aturan Allah SWT. Oleh karena itu, Islam telah menyiapkan seperangkat sanksi yang diterapkan negara bagi pelanggar aturan Allah SWT, dalam hal ini untuk mencegah terjadinya seks bebas, yaitu: Allah SWT menetapkan hukuman rajam bagi pezina muhshan (yang sudah menikah) dan cambuk 100 kali bagi pezina yang bukan muhshan.
Keempat, Islam melarang aktivitas membuat dan mencetak gambar porno serta membuat cerita-cerita bertema cinta dan yang merangsang nafsu syahwat. Para pelakunya akan diberikan tindakan yang tegas tanpa adanya diskriminasi hukum.
Kelima, Islam memerintahkan amar makruf nahi mungkar, tidak boleh membiarkan ada suatu kemaksiatan (Lihat: QS al-Anfal [8]: 25).
Peran dan Posisi Muslimah Untuk Melibas Seks Bebas
Demikianlah, Indonesia masih menjadi surge bagi para penggiat seks bebas. Dibutuhkan langkah konkret untuk membebaskan generasi muda dari kungkungan seks bebas, terlebih dari faham yang melahirkan kebebasan, yaitu kapitalisme-sekulerisme.
Untuk mewujudkan Indonesia bersih dari seks bebas dan menjadi Negara terdepan, mandiri dan lebih baik, diperlukan sebuah dekonstruksi peran dan posisi muslimah ke depan. Oleh karenanya ada beberapa hal yang dapat dilakukan:
Mengembalikan Posisi Muslimah Sebagai Ummun wa rabbatul Bayt
Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan internalisasi ideology ke dalam diri muslimah yang harus mendapat dukungan dari keluarga. Proses internalisasi ideology ini dilakukan melalui kajian intensif (halqah murakkazah), untuk membentuk individu-individu muslimah yang ideologis, memiliki kepribadian Islam dimana pemikiran dan perilakunya senantiasa disandarkan kepada Islam, yakni tolak ukurnya halal dan haram, yang menjadikan Islam sebagai kacamata didalam memandang dunia, termasuk dalam persoalan pergaulan bebas. Muslimah lah yang akan menjadi lokomotif peradaban yang sesungguhnya, yang akan menarik gerbong masyarakat dari peradaban buatan manusia menuju peradaabn langit berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah. Proses internalisasi ideology ini penting dilakukan untuk mengetahui gambaran yang jelas dimana sebenarnya potensi, arah dan kontribusi muslimah dalam upaya mewujudkan kehidupan yang islami, bersih dari seks bebas. Problem ideologis yang terjadi yakni sekulerisasi (pemisahan ranah kehidupan dari aturan Islam) harus menjadi sasaran perlawanan para muslimah. Perjuangan dalam ranah ideology ini mengharuskan muslimah memahami tentang ideology apa yang mampu menandingi bahkan mengenyahkan ideology sekuler ini. Maka tatkala penyebab segala keterpurukan ini, termasuk merajalelanya seks bebas, adalah ideologi kapitalisme dan tentunya tidak mungkin untuk mengadopsi kembali ideology komunisme-sosialisme yang tidak sesuai dengan fotrah manusia, maka pilihan satu-satunya adalah ideology islam.
Menyamakan visi muslimah untuk perubahan
Hal ini dapat dilakukan dengan pertemuan lembaga-lembaga/organisasi-organisasi perempuan yang didesain untuk menyamakan persepsi tentang problem mendasar yang dihadapi umat, termasuk perempuan, bukan hanya seks bebas, karena persoalan seks bebas adalah persoalan cabang yang lahir dari persoalan utamanya, yaitu tidak diterapkannya hukum Islam dalam kancah kehidupan.
Konsolidasi dan penguatan jaringan elemen muslimah
Dengan mengajak lembaga/organisasi perempuan yang lain, untuk merapatkan barisan, walaupun berbeda dlambentuk organisasi dan latar belakang pendiriannya, namun hal ini tidak kemudian menjadi alas an untuk bergerak sendiri-sendiri. Organisasi perempuan harus bergerak dalam satu pola dan alur perjuangan yang padu, terarah, sistematis dan ideologis. Faktor pengikat ideologis inilah yang akan menjadikan organisasi perempuan semakin massif dan kokoh berpijak pada idealismenya, dan siap memberantas seks bebas.
Pembentukan opini umum
Hal ini dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang peran dan langkah apa yang harus mereka lakukan dalam upaya keluar dari jeratan kapitalisme, dari kubangan seks bebas. Sehingga aksi-aksi dan beragam event perempuan hendaknya diarahkan sebagai upaya terus menelanjangi kebobrokan sekulerisme dan beragam ide turunanya yang diterapkan dalam segenap aspek kehidupan. Sembari menawarkan solusi ideologis terhadap berbagai problema yang dihadapi tersebut.
Penutup
Tatkala penjagaan terhadap remaja lemah, baik dari keluarga, masyarakat maupun Negara, maka remaja benar-benar harus berhadapan dengan ideologi sesat dan sistem hidup yang rusak. Kehidupan mereka semakin liberal, tak terkecuali saat mereka berinteraksi dengan lawan jenis. Dorongan seksual yang tak terbendung, sementara kontrol diri mereka lemah, ditambah lingkungan yang mendukung, benar-benar telah memuluskan jalan bagi tindakan bejat ini. Oleh karenanya, selama sekulerisme, kapitalisme dan liberalisme ada di sekitar mereka, maka pergaulan bebas akan subur berkembang. Inilah akar persoalannya, pergaulan bebas adalah buah dari liberalisme, paham kehidupan yang menjauhkan perilaku remaja dari pengaturan syariat Islam.
Hanya dengan Khilafah, seks bebas di kalangan remaja dapat dilibas tuntas. Untuk mewujudkan semua itu, diperlukan upaya terintegrasi dari berbagai komponen umat, baik individu, masyarakat maupun Negara.
WalLahu a’lam bi ash-shawwab. []
Dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar