Penjelasan dan Hukum Syara terkait Demonstrasi (Unjuk Rasa / مظاهرة )
Sungguh aneh sikap sebagian umat Islam yang mengharamkan demonstrasi dengan alasan karena sifatnya merusak atau karena meniru niru orang kafir dalam mengkoreksi penguasa. Yang lainnya dengan menggunakan palu bid’ah mengharamkannya dengan dalih tidak dicontohkan oleh Nabi SAW dan para sahabat RA. Mereka mengelabuhi umat dengan menyamaratakan antara demo yang benar dengan yang salah, menutup-nutupi dalil yang sahih, memaksakan dalil dalil lemah. Sungguh, betapa girangnya para penguasa dan kapitalis jahat karena terbela oleh argumen mereka yang seolah olah ilmiah ….
Pendahuluan
Pendapat masyarakat yang umum bila ditanyai tentang demonstrasi maka mereka akan mendefinisikan demonstrasi sebagai aktivitas orang banyak yang berteriak teriak di jalan raya untuk menuntut sesuatu atau kepada sesuatu yang kadang diikuti dengan dengan perusakan perusakan benda seperti pembakaran foto, ban, bendera dan lain sebagainya. Pendapat tersebut tidak sepenuhnya salah namun sayangnya tidak jernih sekaligus menunjukkan ketidakpahaman tentang apa itu demonstrasi. Parahnya lagi bila kemudian mereka menolak atau menganggap demonstrasi tapi tidak menolak adanya pawai ramadhan, jalan sehat dengan door price sepeda motor atau kulkas, kampanye pemilu ataupun, parade militer atau bahkan untuk menuntut pembebasan tawanan/ tersangka dan lain sebagainya, tentu saja ini adalah buah berfikir yang kontradiktif akibat ketidakutuhan ataupun ketidakmengertian tentang hukum syara tentang “aktivitas publik”.
Mendudukkan Definisi Demonstrasi (Unjuk Rasa / Mudhoharoh / مظاهرة )
Mendudukkan definisi (ta’rif) adalah perkara yang penting sebelum membahas apa yang didefinisikan itu sendiri, karena definisi menerangkan pada manusia tentang cakupan suatu kata sekaligus apa yang tidak dicakup dalam kata itu. Siapa saja yang salah definisi sudah pasti salah dalam menghukumi sesuatu. Sebagai contoh : sholat bila didefinisikan secara bahasa saja yaitu berdoa akan berimplikasi pada pembenaran bahwa siapa saja yang berdoa pada jam dan dengan cara apapun maka dia termasuk sudah sholat. Namun ketika sholat di definisikan sebagai aktivitas yang dimulai dari takbiratul ikram hingga salam maka akan berimplikasi bahwa orang yang sekedar berdoa saja tidak dianggap melakukan sholat.
Dan karena demonstrasi itu berasal adalah bahasa inggris, maka kita lihat definisi dari Longman Dictionary:
an event at which a large group of people meet to protest or to support something in public (aktivitas oleh sekelompok orang yang bertemu untuk bersama-sama memprotes atau mendukung sesuatui di tempat umum)
an act of explaining and showing how to do something or how something works (aktivitas untuk menjelaskan dan menunjukkan cara melakukan sesuatu atau menunjukkan bagaimana sesuatu itu bekerja)
Dari definisi diatas tampak bahwa demonstrasi memiliki makna ganda yaitu untuk (1) menunjukkan kemampuan ataupun (2) mendukung/menentang usulan di tempat umum, baik kepada pemerintah ataupun kepada selain pemerintah. Demonstrasi baik itu untuk menentang ataupun mendukung-pun banyak bentuknya, baik berupa aktivitas orasi di jalan ataupun dalam bentuk pawai (marchs), rally (berkumpul mendengarkan orasi), picketing yakin duduk dan diam saja dengan membawa spanduk, dsb. Ada pendapat yang membedakan istilah demonstrasi (mudhoharoh) dengan pawai (masirah), namun yang benar adalah bahwa pawai (masirah) merupakan salah satu bentuk dari demonstrasi (mudhoharoh)
Karenanya itu sungguh tergesa gesa sekali bila demonstrasi langsung dikonotasikan aktivitas untuk menentang pemerintah (saja) apalagi kemudian menyamakannya dengan aktivitas khawarij yang memberontak penguasa yang, karena demonstrasi itu sendiri banyak sekali tujuannya bahkan termasuk untuk mendukung/mendorong pemerintah menetapkan undang undang anti pornografi, mendukung MUI untuk memasukan sekulerisme liberalisme sebagai ajaran sesat dan lain sebagainya.
Baginda Muhammad SAW mencontohkan Demonstrasi dalam bentuk pawai (long march / masirah / مسيرة)
Rasulullah SAW bersama para sahabat Abu Bakar, Umar, Hamzah dll mencontohkan bagaimana supaya kalimat Tauhid dikenal di tengah masyarakat dengan cara demonstrasi dalam bentuk pawai. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, di dalamnya disebutkan: Bahwa Umar bin Khathab pernah berkata kepada Nabi SAW, “Wahai Rasululullah, bukankah kita ini berada di atas kebenaran walaupun kita mati atau tetap hidup? Beliau menjawab, “Benar, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya kalian berada di atas kebenaran walau kalian mati atau hidup.” Lalu Ibnu Abbas berkata, “Lalu kenapa kita harus sembunyi-sembunyi? Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, engkau harus keluar.” Lalu beliau memerintahkan kita keluar dalam dua barisan: Hamzah di salah satunya, sedangkan aku berada di barisan yang lain sehingga kami masuk masjid.” Lalu Umar menuturkan, babwa saat itu, kaum Quraisy tertimpa depresi (ketakutan) yang belum pernah mereka alami sebelumnya. Sejak saat itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggelari Umar dengan al-Faruq. Karena dengan melalui beliau, Allah memisahkan antara yang hak dan yang batil. (Lihat Fathul Baari: 7/59, Imam Suyuthi – Tarikh Khulafa)
Baginda Muhammad SAW mencontohkan mengkritik penguasa dalam bentuk Orasi Terbuka
Setelah mendapat perintah dakwah terbuka, Nabi saw naik ke bukit Shafa. Kemudian Nabi saw. berseru memanggil semua penduduk Mekkah. “Wahai Bani Fihr! Wahai Bani Ady!” seru beliau. Maka orang berduyun-duyun mendatangi Nabi saw. Jika ada yang berhalangan, mereka mengirim utusan untuk melihat apa yang terjadi. Abu Lahab beserta pemuka Qurasiy lain juga ikut hadir. “Apa pendapat kalian jika kukabarkan bahwa di balik bukit ini ada pasukan kuda yang mengepung kalian, apakah kalian percaya padaku?” “Kami percaya. Kami tak pernah bergaul denganmu kecuali (selalu) jujur.” “Sesungguhnya aku ini pemberi peringatan kepada kalian sebelum datangnya azab Tuhan yang pedih.” “Tabban laka ya Muhammad! Alihadza jama’tana? ‘Celakalah kau Muhammad! Hanya untuk ini kau kumpulkan kami semua!” tukas Abu Lahab sambil berusaha melemparkan batu ke arah Nabi saw.“Sama sekali belum pernah aku melihat seorang yang datang kepada kaum kerabatnya yang lebih keji daripada apa yang engkau perlihatkan itu!” cerca Abu Lahab. Suasana pun jadi gaduh. Nabi saw. hanya diam. Kemudian turun wahyu. “Tabbat yada abi lahabiwwatabb ‘Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa’ (QS. Al Lahab :1). (HR Bukhari dalam Asbalul Nuzul Imam Suyuthi)
Demikian juga diriwayatkan bahwa sahabat Abu Dzar Al Ghifari mendatangi penguasa penguasa Makkah yang sedang duduk-duduk di Masjidil Haram lalu beliau secara provokatif mengungkapkan keislamannya di depan mereka yang menyebabkan beliau dipukuli ramai-ramai oleh penguasa-penguasa Makkah tersebut dan hampir meninggal bila tidak diselamatkan oleh Abbas bin Abu Mutholib. Namun beliau tidak gentar dan mengulangi lagi hal yang sama keesokan harinya (HR Bukhari)
Tidak boleh mengkritik pemimpin muslim di tempat terbuka ?
Sebagian orang lalu membenarkan dua argumen itu namun mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh nabi SAW di atas adalah kritik untuk penguasa non muslim yaitu penguasa Makkah, sementara demonstrasi sekarang ini yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir adalah untuk memprotes penguasa muslim yang masih sholat.
Dalil dalil tentang bolehnya mengkritik penguasa baik itu muslim ataupun non muslim di tempat terbuka di hadapan penguasa itu sendiri ataupun tidak di hadapannya sungguh banyak jumlahnya. Rasulullah SAW-pun tak luput dari hal tersebut :
Baginda SAW diprotes ramai oleh para sahabat karena melarang puasa wishal (sambung) (HR Bukhari, Muslim, Malik, dll)
Baginda SAW mendapatkan rumor yang beredar di kalangan Anshar yang tidak puasa dan mengkritik kebijakan Nabi SAW yang membagikan ghanimah perang Hunain kepada suku Quraisy saja yang baru saja masuk Islam (HR Bukhari Muslim dll)
Baginda SAW mendapatkan protes keras dari Umar RA terkait perjanjian Hudaibiyah, Ali KW juga menolak perintah nabi SAW untuk menghapuskan kata Rasulullah dari perjanjian yang ditulisnya, beberapa sahabat lainnya mogok gerak karena kecewa tidak bisa masuk Makkah hingga akhirnya tersadar setelah Allah SWT menurunkan surat Al-Fath (HR Bukhari dll)
Umar RA ketika berbicara di mimbar nabi untuk menyeru pembatasan mahar wanita menjadi maximum 400 dirham, lalu seorang wanita di antara hadirin memprotesnya karena tidak sesuai dengan hukum yang lebih kuat (Lihat tafsir Ibnu Katsir QS 4:20 dengan sanad jayid) Catatan : sekelompok orang sengaja menilai hadits ini dhaif untuk mengingkari peristiwa ini)
Utsman RA didemo untuk mencopot Marwan dari jabatannya oleh sekelompok orang Mesir di depan rumahnya. Para sahabatpun tidak membubarkan demo ini. Andaikan demo adalah maksiat tentu mereka pasti membubarkannya
Ali KW bahkan lebih dari sekedar di demo, namun hingga taraf diperangi oleh beberapa sahabat termasuk oleh ibunda Aisyah RA yang tidak setuju dengan kebijakan Ali KW yang tidak segera menghukum pembunuh2 Utsman RA.
Melandaskan pada hadits Iyadh bin Ghanim tentang Larangan Menasehati Pengausa di Tempat Terbuka
Sekelompok orang yang mengklaim paling nyunnah dan mengaku paling mengetahui hadits sahih – dhoif, ternyata (atau barangkali sengaja) ceroboh menggunakan hadits dhoif Iyadh bin Ghanim tentang menasehati penguasa secara diam-diam :
Telah menceritakan kepada kami [Abu Al Mughiroh] telah menceritakan kepada kami [Shafwan] telah menceritakan kepadaku [Syuraih bin 'Ubaid Al Hadlromi] dan yang lainnya berkata; ['Iyadl bin Ghonim] mencambuk orang Dariya ketika ditaklukkan. [Hisyam bin Hakim] meninggikan suaranya kepadanya untuk menegur sehingga ‘Iyadl marah. (‘Iyadl Radliyallahu’anhu) tinggal beberapa hari, lalu Hisyam bin Hakim mendatanginya, memberikan alasan. Hisyam berkata kepada ‘Iyadl, tidakkah kau mendengar Nabi SAW: ” Orang yang paling keras siksaannya adalah orang-orang yang paling keras menyiksa manusia di dunia?.” ‘Iyadl bin ghanim berkata; Wahai Hisyam bin Hakim, kami pernah mendengar apa yang kau dengar dan kami juga melihat apa yang kau lihat, namun tidakkah kau mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang hendak menasehati penguasa dengan suatu perkara, maka jangan dilakukan dengan terang-terangan, tapi gandenglah tangannya dan menyepilah berdua. Jika diterima memang begitu, jika tidak maka dia telah melaksakan kewajibannya“, kamu Wahai Hisyam, kamu sungguh orang yang berani, jika kamu berani kepada penguasa Allah, kenapa kamu tidak takut dibunuh penguasa dan kau menjadi korban penguasa Allah subhanahu wata’ala?. HR Ahmad 14792 (dari Lidwa.com)
Komentar Syaikh Syu’aib al-Arnauth – seorang ahli tahqiq/peneliti hadits – terhadap hadits ini adalah : Shahih li ghairihi selain perkataan : “Barangsiapa yang hendak menasehati penguasa dengan suatu perkara…”, maka (dengan tambahan ini) hasan lighairihi dan ini (hadits) isnadnya dha’if karena Inqitho’ nya Syarih bin ‘Ubaid al-Hadhramiy dan dia tidak mendengar dari Iyadh maupun Hisyam. Artinya menurut beliau hadits ini hanya sahih pada redaksional Nabi SAW berkata: ” Orang yang paling keras siksaannya adalah orang-orang yang paling keras menyiksa manusia di dunia?.” Selebihnya yaitu redaksional hadits “hendaknya menasehati penguasa secara diam diam” adalah redaksional yang dhoif.
Namun mereka tidak mau mengalah begitu saja, mereka membawa jalur lain untuk menguatkan hadits tersebut supaya naik statusnya menjadi hasan atau bahkan ke tingkat sahih. Apakah mereka tidak metarjih hadits tersebut ? bahwa andaikan itu hadits sahih – sekali lagi andaikan hadits itu sahih -, tidakkah kekuatannya masih dibawah hadits-hadtis masyhur yang meriwayatkan bahwa banyak sahabat mengkritik penguasa di tempat terbuka baik itu kepada Rasulullah SAW ataupun kepada Khulafaur Rasyidin dan juga kepada Penguasa Daulah Umayah ! hendak dikemanakan hadits-hadits & atsar-atsar tersebut ? dibuang ??!!
Wanita tidak boleh ikut demonstrasi di jalan raya ?
Pertama harus disepakati dulu apakah lelaki boleh berdemonstrasi ataupun orasi di jalan raya ? Apabila jawabannya tidak boleh maka tidak ada gunanya diteruskan. Namun bila jawabannya adalah boleh maka lanjut ke pertanyaan kedua : bolehkah wanita ke luar jalan raya seperti ke pasar, ke sekolah atau ke rumah sakit baik itu ditemani mahramnya atapun tidak ditemani mahramnya ? Bila jawabannya boleh maka lanjut ke pertanyaan ketiga : apakah suara wanita aurot ? Bila jawabannya suara wanita adalah aurot maka kesimpulannya tidak boleh demonstrasi di jalan raya. Namun bila jawabannya : wanita boleh ke jalan raya dan bercakap di jalan raya, maka otomatis hukum wanita demonstrasi di jalan raya adalah boleh. Atsar seorang wanita memprotes khalifaj Umar RA ketika beliau mengajukan usulan untuk membatasi mahar wanita cukup untuk menunjukkan bahwa generasi salaf memperbolehkan wanita menyampaikan pendapatnya secara terbuka di tempat umum
Ada yang berkata : Tidak ada dalilnya bahwa wanita berteriak teriak sambil jalan. Jawaban : Barangkali maksudnya adalah tidak ada nash yang meriwayatkan bahwa kaum wanita generasi salaf berteriak teriak di jalan, karena dalil itu sendiri bisa berupa nash yaitu sesuatu yang tertuang di Al-Quran dan Hadits serta Ijma Sahabat dan adapula dalil berupa Qiyas syariah yang merupakan turunan dari dalil Nash. Kebolehan wanita berdemonstrasi di jalan raya menurun dari kebolehan kaum lelaki boleh melakukannya. Tidak ada larangan bagi wanita untuk melakukannya atau tidak ada pengkhusushan bahwa demonstrasi di jalan raya itu khusus bagi laki-laki. Bagi siapa yang berpendapat bahwa aktivitas demo orasi jalanan itu hanya boleh dilakukan oleh laki-laki, maka dia harus mendangangkan bukti berupa dalil, bukan sekedar logika atau dugaan saja.
Dari Sahabat Ubadah bin Shamit “Kami telah berbai’at kepada Nabi saw untuk senantiasa mendengar dan mentaati perintahnya, baik dalam keadaan yang kami senangi maupun yang tidak kami senangi, dan kami tidak akan merebut kekuasaan dari yang berhak (sah), dan agar kami senantiasa mengerjakan atau mengatakan yang haq dimanapun kami berada, tidak takut akan celaan dari orang-orang yang mencela.” (HR. Bukhari).
Yang dimaksud kami adalah 72 orang laki-laki dan 3 orang wanita dari Yatsrib yang melakukan baiat Aqobah ke-2
Mengatakan yang haq dimanapun kami berada artinya adalah dimanapun, baik itu di depan penguasa itu ataupun di tempat umum ataupun membicarakannya di tengah masyarakat untuk membentuk opini, menyatukan pendapat dan gerak masyarakat untuk meluruskan penguasa agar kembali kepada jalan yang benar.
Jadi jelas sekali dalam hadits di atas disebutkan bahwa kaum wanita juga ikut berbaiat untuk tidak takut dalam mengatakan kebenaran dimanapun mereka berada !! bukan malah sembunyi apalagi mencela mereka yang berani melakukannya !!
Mengkoreksi Penguasa adalah seutama utamanya jihad
Ratusan nyawa syabab HT di berbagai negeri telah melayang karena aktivitas mengoreksi penguasa. Di fase Makkah ataupun di fase Madinah, di Darul Kufur ataupun di Darul Islam, menasehati penguasa dzalim adalah seutama utamanya dakwah. Para nabi tidak hanya duduk duduk saja di majelis dan berbicara kepada orang-orang yang mau mendengarkan, namun mereka teguh mendatangi tokoh tokoh masyarakat dan penguasa penguasa negeri untuk menasehati mereka dengan resiko dicela, diusir dan dibunuh sebagaimana nabi Ibrahim, nabi Musa, nabi Isa dan tentunya Rasulullah SAW. Allah SWT menyebut mereka yang dibunuh ketika menasehati penguasa sebagai syahid yang utama, dan aktivitas mereka disebut seutama-utamanya jihad.
Dari Thariq bin Ziyad “ Rasulullah SAW ditanya : jihad apakah yang paling utama? Beliau bersabda: “Perkataan yang benar dihadapan penguasa yang zhalim” . (HR Ahmad, Nasai) Rasulullah juga SAW bersabda: “penghulu para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muththalib dan seseorang yang mendatangi penguasa yang dhalim lalu dia memerintahkan yang baik dan melarang dari yang mungkar lalu dia dibunuhnya” (HR Al Hakim dan dishahihkannya dan Al Khatib)
Allah SWT pun menganugerahi mereka dengan janji bahwa siapa saja yang membunuh mereka akan menerima siksa yang pedih. “Orang orang yang mengingkari ayat ayat Kami dan membunuh nabi nabi tanpa haq dan membunuh orang-orang yang menyuruh berbuat benar maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan mendapatkan siksa yang pedih (QS 3:21)
Bila negeri ini adalah Darul Islam maka bukan lagi mubah mendemo, tapi wajib untuk menurunkan penguasanya
Sesungguhnya semua negeri Islam saat ini baik itu Indonesia, Pakistan ataupun Arab Saudi adalah Darul Kufur karena UUD dan UU-nya tidak berdasar pada Al-Quran dan As-Sunnah saja tapi dicampur-adukkan dengan Sumber Hukum Demokrasi dan kekuasaannya-pun tidak berada ditangan kaum muslimin melainkan di bawah ketiak kekuasaan bersenjata negara kafir. Di Darul Islam mengkoreksi penguasa secara terbuka hukumnya adalah mubah mengikutu uslub (tata cara) berdakwah dan tata cara mengkoreksi penguasa sebagaimana dicontohkan oleh Baginda SAW ketika berdakwah di Darul Kufur – Makkah.
Justru bagi mereka yang mengatakan negeri Islam seperti Indonesia, Malaysia atau Arab Saudi adalah Darul Islam, maka mereka wajib menurunkan penguasa karena saat ini penguasa jelas telah melakukan kekufuran yang nyata yaitu mengeluarkan Undang Undang yang jelas-jelas bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunnah seperti UU Pornografi, Pernikahan, Miras, Pedidikan, Keuangan Moneter, Sumber Daya Alam, dll. Dari Ubadah bis Shamit “Rosululloh SAW menyeru kami maka kami berbai’at kepada beliau untuk mendengar dan taat baik dalam keadaan ringan atau berat, dalam keadaan sulit atau mudah dan ketika kami diperlakukan tidak adil dan agar kami tidak menggoyang kepemimpinan seseorang, beliau bersabda: “…kecuali apabila kalian melihat kekufuran yang nyata (kufur bawaah) dengan diiringi bukti yang jelas dari Alloh.” (Muttafaq ‘Alaih lafadz dari Muslim.) Hadits diatas adalah perintah untuk mengoreksi Imam/Khalifah yaitu pemimpin Darul Islam yang melakukan tindakan inkonstitusional yaitu mengeluarkan dan menerapkan UU yang tidak berasala dari Syariat.
Mereka tidak melakukannya, bahkan untuk sekedar mengkritik penguasa di belakangnya mereka takut, apalagi di depannya. Sangat tidak konsisten dengan implikasi pernyataannya yang mengatakan negeri ini adalah Darul Islam sekaligus berten-tangan dengan tabiat generasi salaf – yang katanya jejaknya diikuti - dalam mengkoreksi penguasa secara terbuka tanpa takut.
Imam Ghazali berkata: “Dulu tradisi para ulama mengoreksi dan menjaga penguasa untuk menerapkan hukum Allah SWT. Mereka mengikhlaskan niat. Pernyataannya pun membekas di hati. Namun, sekarang terdapat penguasa yang zhalim namun para ulama hanya diam. Andaikan mereka bicara, pernyataannya berbeda dengan perbuatannya sehingga tidak mencapai keberhasilan. Kerusakan masyarakat itu akibat kerusakan penguasa, dan kerusakan penguasa akibat kerusakan ulama. Adapun kerusakan ulama akibat digenggam cinta harta dan jabatan. Siapapun yang digenggam cinta dunia niscaya tidak akan mampu menguasai kerikilnya, apalagi untuk mengingatkan para penguasa dan para pembesar” [dari Ihya Ulumuddin]
Haramnya demo karena merusak fasilitas umum
Statement seperti ini tidak usah ditanggapi, karena sudah jelas apapun yang sifatnya merusak fasilitas umum hukumnya adalah haram baik itu terjadi pada saat demo ataupun saat pulang dari sekolah/kerja, dari nonton bola dll. Namun pernyataan ini harusnya berimplikasi pada kesimpulan bahwa bila demo itu tidak merusak maka hukumnya boleh. Demo HT tidak pernah merusak walau seujung daunpun. Sehingga penulis harusnya mengatakan bahwa demonya HT itu boleh karena tidak merusak.
Haramnya demo karena bercampur antara pria dan wanita
Statement seperti ini juga tidak usah ditanggapi, karena sudah jelas kegiatan apapun yang berbaur antara pria dan wanita baik harus dipisahkan baik itu pada saat demo ataupun di pasar, di tempat kerja, di lapangan bola, ataupun di masjid. Pernyataan ini harusnya berimplikasi pada kesimpulan bahwa demo itu boleh bila pria dan wanita dipisahkan. Demo yang dilakukan HT selalu memisahkan pria di depan dan wanita di belakang. Petugas medispun dikhususkan pria untuk pria dan wanita untuk wanita. Karenanya penulis harusnya mengatakan bahwa demonya HT itu boleh karena terpisah antara pria dan wanita
Demo bukanlah cara yang dicontohkan nabi untuk mengganti kekuasaan
Benar, dan Hizbut Tahrir-pun juga berpendapat seperti itu. Demonstrasi bukan cara untuk mengganti kekuasaan bahkan HT megharamkan people power sebagai sarana, metode ataupun teknis untuk mengganti kekuasaan. Kekuasan hanya boleh didapatkan sebagai hasil serah terima dari ahlul quwah setelah mereka tersadar dan mau menjadikan Islam sebagai ideologi negara. Yang dilakukan oleh HT ketika demo hanyalah untuk memberikan nasehat di tempat terbuka kepada umat Islam khususnya kepada pemimpin umat baik itu pejabat, aparat, birokrat, ulama, ilmuwan, militer dan selainnya .
Nabi SAW bersabda: ”Agama itu adalah nasehat.” Kami bertanya: ”Untuk siapa?” Sabda beliau: ”Untuk Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin umat Islam, dan bagi seluruh kaum muslimin.” (HR Muslim).
HT memandang pergantian kekuasaanpun bukan hal yang paling penting, karena yang paling penting adalah mengganti sistem kufur menjadi sistem Islam, yang mana hal ini tidak bisa dilakukan dengan sekedar demo tetapi harus dengan jalan membina aqidah umat, mengajak mereka untuk memeluk ideologi Islam melalui metode yang dicontohkan Rasulullah SAW yaitu dengan pengkaderan dan kajian umum untuk menantang ide-ide dan undang-undang kufur, membongkar rencana busuk penjajah kapitalis sosialis melalui antek antek-nya yang tersebar di negeri negeri muslim, serta kajian kajian untuk menerangkan bagaimana Daulah Khilafah Islam akan melindungi dan mensejahterakan mereka baik yang muslim maupun yang non muslim.
Wallahu muwafiq ilaa aqwamith thariq. Selesai – 13 April 2011.
Sungguh aneh sikap sebagian umat Islam yang mengharamkan demonstrasi dengan alasan karena sifatnya merusak atau karena meniru niru orang kafir dalam mengkoreksi penguasa. Yang lainnya dengan menggunakan palu bid’ah mengharamkannya dengan dalih tidak dicontohkan oleh Nabi SAW dan para sahabat RA. Mereka mengelabuhi umat dengan menyamaratakan antara demo yang benar dengan yang salah, menutup-nutupi dalil yang sahih, memaksakan dalil dalil lemah. Sungguh, betapa girangnya para penguasa dan kapitalis jahat karena terbela oleh argumen mereka yang seolah olah ilmiah ….
Pendahuluan
Pendapat masyarakat yang umum bila ditanyai tentang demonstrasi maka mereka akan mendefinisikan demonstrasi sebagai aktivitas orang banyak yang berteriak teriak di jalan raya untuk menuntut sesuatu atau kepada sesuatu yang kadang diikuti dengan dengan perusakan perusakan benda seperti pembakaran foto, ban, bendera dan lain sebagainya. Pendapat tersebut tidak sepenuhnya salah namun sayangnya tidak jernih sekaligus menunjukkan ketidakpahaman tentang apa itu demonstrasi. Parahnya lagi bila kemudian mereka menolak atau menganggap demonstrasi tapi tidak menolak adanya pawai ramadhan, jalan sehat dengan door price sepeda motor atau kulkas, kampanye pemilu ataupun, parade militer atau bahkan untuk menuntut pembebasan tawanan/ tersangka dan lain sebagainya, tentu saja ini adalah buah berfikir yang kontradiktif akibat ketidakutuhan ataupun ketidakmengertian tentang hukum syara tentang “aktivitas publik”.
Mendudukkan Definisi Demonstrasi (Unjuk Rasa / Mudhoharoh / مظاهرة )
Mendudukkan definisi (ta’rif) adalah perkara yang penting sebelum membahas apa yang didefinisikan itu sendiri, karena definisi menerangkan pada manusia tentang cakupan suatu kata sekaligus apa yang tidak dicakup dalam kata itu. Siapa saja yang salah definisi sudah pasti salah dalam menghukumi sesuatu. Sebagai contoh : sholat bila didefinisikan secara bahasa saja yaitu berdoa akan berimplikasi pada pembenaran bahwa siapa saja yang berdoa pada jam dan dengan cara apapun maka dia termasuk sudah sholat. Namun ketika sholat di definisikan sebagai aktivitas yang dimulai dari takbiratul ikram hingga salam maka akan berimplikasi bahwa orang yang sekedar berdoa saja tidak dianggap melakukan sholat.
Dan karena demonstrasi itu berasal adalah bahasa inggris, maka kita lihat definisi dari Longman Dictionary:
an event at which a large group of people meet to protest or to support something in public (aktivitas oleh sekelompok orang yang bertemu untuk bersama-sama memprotes atau mendukung sesuatui di tempat umum)
an act of explaining and showing how to do something or how something works (aktivitas untuk menjelaskan dan menunjukkan cara melakukan sesuatu atau menunjukkan bagaimana sesuatu itu bekerja)
Dari definisi diatas tampak bahwa demonstrasi memiliki makna ganda yaitu untuk (1) menunjukkan kemampuan ataupun (2) mendukung/menentang usulan di tempat umum, baik kepada pemerintah ataupun kepada selain pemerintah. Demonstrasi baik itu untuk menentang ataupun mendukung-pun banyak bentuknya, baik berupa aktivitas orasi di jalan ataupun dalam bentuk pawai (marchs), rally (berkumpul mendengarkan orasi), picketing yakin duduk dan diam saja dengan membawa spanduk, dsb. Ada pendapat yang membedakan istilah demonstrasi (mudhoharoh) dengan pawai (masirah), namun yang benar adalah bahwa pawai (masirah) merupakan salah satu bentuk dari demonstrasi (mudhoharoh)
Karenanya itu sungguh tergesa gesa sekali bila demonstrasi langsung dikonotasikan aktivitas untuk menentang pemerintah (saja) apalagi kemudian menyamakannya dengan aktivitas khawarij yang memberontak penguasa yang, karena demonstrasi itu sendiri banyak sekali tujuannya bahkan termasuk untuk mendukung/mendorong pemerintah menetapkan undang undang anti pornografi, mendukung MUI untuk memasukan sekulerisme liberalisme sebagai ajaran sesat dan lain sebagainya.
Baginda Muhammad SAW mencontohkan Demonstrasi dalam bentuk pawai (long march / masirah / مسيرة)
Rasulullah SAW bersama para sahabat Abu Bakar, Umar, Hamzah dll mencontohkan bagaimana supaya kalimat Tauhid dikenal di tengah masyarakat dengan cara demonstrasi dalam bentuk pawai. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, di dalamnya disebutkan: Bahwa Umar bin Khathab pernah berkata kepada Nabi SAW, “Wahai Rasululullah, bukankah kita ini berada di atas kebenaran walaupun kita mati atau tetap hidup? Beliau menjawab, “Benar, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya kalian berada di atas kebenaran walau kalian mati atau hidup.” Lalu Ibnu Abbas berkata, “Lalu kenapa kita harus sembunyi-sembunyi? Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, engkau harus keluar.” Lalu beliau memerintahkan kita keluar dalam dua barisan: Hamzah di salah satunya, sedangkan aku berada di barisan yang lain sehingga kami masuk masjid.” Lalu Umar menuturkan, babwa saat itu, kaum Quraisy tertimpa depresi (ketakutan) yang belum pernah mereka alami sebelumnya. Sejak saat itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggelari Umar dengan al-Faruq. Karena dengan melalui beliau, Allah memisahkan antara yang hak dan yang batil. (Lihat Fathul Baari: 7/59, Imam Suyuthi – Tarikh Khulafa)
Baginda Muhammad SAW mencontohkan mengkritik penguasa dalam bentuk Orasi Terbuka
Setelah mendapat perintah dakwah terbuka, Nabi saw naik ke bukit Shafa. Kemudian Nabi saw. berseru memanggil semua penduduk Mekkah. “Wahai Bani Fihr! Wahai Bani Ady!” seru beliau. Maka orang berduyun-duyun mendatangi Nabi saw. Jika ada yang berhalangan, mereka mengirim utusan untuk melihat apa yang terjadi. Abu Lahab beserta pemuka Qurasiy lain juga ikut hadir. “Apa pendapat kalian jika kukabarkan bahwa di balik bukit ini ada pasukan kuda yang mengepung kalian, apakah kalian percaya padaku?” “Kami percaya. Kami tak pernah bergaul denganmu kecuali (selalu) jujur.” “Sesungguhnya aku ini pemberi peringatan kepada kalian sebelum datangnya azab Tuhan yang pedih.” “Tabban laka ya Muhammad! Alihadza jama’tana? ‘Celakalah kau Muhammad! Hanya untuk ini kau kumpulkan kami semua!” tukas Abu Lahab sambil berusaha melemparkan batu ke arah Nabi saw.“Sama sekali belum pernah aku melihat seorang yang datang kepada kaum kerabatnya yang lebih keji daripada apa yang engkau perlihatkan itu!” cerca Abu Lahab. Suasana pun jadi gaduh. Nabi saw. hanya diam. Kemudian turun wahyu. “Tabbat yada abi lahabiwwatabb ‘Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa’ (QS. Al Lahab :1). (HR Bukhari dalam Asbalul Nuzul Imam Suyuthi)
Demikian juga diriwayatkan bahwa sahabat Abu Dzar Al Ghifari mendatangi penguasa penguasa Makkah yang sedang duduk-duduk di Masjidil Haram lalu beliau secara provokatif mengungkapkan keislamannya di depan mereka yang menyebabkan beliau dipukuli ramai-ramai oleh penguasa-penguasa Makkah tersebut dan hampir meninggal bila tidak diselamatkan oleh Abbas bin Abu Mutholib. Namun beliau tidak gentar dan mengulangi lagi hal yang sama keesokan harinya (HR Bukhari)
Tidak boleh mengkritik pemimpin muslim di tempat terbuka ?
Sebagian orang lalu membenarkan dua argumen itu namun mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh nabi SAW di atas adalah kritik untuk penguasa non muslim yaitu penguasa Makkah, sementara demonstrasi sekarang ini yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir adalah untuk memprotes penguasa muslim yang masih sholat.
Dalil dalil tentang bolehnya mengkritik penguasa baik itu muslim ataupun non muslim di tempat terbuka di hadapan penguasa itu sendiri ataupun tidak di hadapannya sungguh banyak jumlahnya. Rasulullah SAW-pun tak luput dari hal tersebut :
Baginda SAW diprotes ramai oleh para sahabat karena melarang puasa wishal (sambung) (HR Bukhari, Muslim, Malik, dll)
Baginda SAW mendapatkan rumor yang beredar di kalangan Anshar yang tidak puasa dan mengkritik kebijakan Nabi SAW yang membagikan ghanimah perang Hunain kepada suku Quraisy saja yang baru saja masuk Islam (HR Bukhari Muslim dll)
Baginda SAW mendapatkan protes keras dari Umar RA terkait perjanjian Hudaibiyah, Ali KW juga menolak perintah nabi SAW untuk menghapuskan kata Rasulullah dari perjanjian yang ditulisnya, beberapa sahabat lainnya mogok gerak karena kecewa tidak bisa masuk Makkah hingga akhirnya tersadar setelah Allah SWT menurunkan surat Al-Fath (HR Bukhari dll)
Umar RA ketika berbicara di mimbar nabi untuk menyeru pembatasan mahar wanita menjadi maximum 400 dirham, lalu seorang wanita di antara hadirin memprotesnya karena tidak sesuai dengan hukum yang lebih kuat (Lihat tafsir Ibnu Katsir QS 4:20 dengan sanad jayid) Catatan : sekelompok orang sengaja menilai hadits ini dhaif untuk mengingkari peristiwa ini)
Utsman RA didemo untuk mencopot Marwan dari jabatannya oleh sekelompok orang Mesir di depan rumahnya. Para sahabatpun tidak membubarkan demo ini. Andaikan demo adalah maksiat tentu mereka pasti membubarkannya
Ali KW bahkan lebih dari sekedar di demo, namun hingga taraf diperangi oleh beberapa sahabat termasuk oleh ibunda Aisyah RA yang tidak setuju dengan kebijakan Ali KW yang tidak segera menghukum pembunuh2 Utsman RA.
Melandaskan pada hadits Iyadh bin Ghanim tentang Larangan Menasehati Pengausa di Tempat Terbuka
Sekelompok orang yang mengklaim paling nyunnah dan mengaku paling mengetahui hadits sahih – dhoif, ternyata (atau barangkali sengaja) ceroboh menggunakan hadits dhoif Iyadh bin Ghanim tentang menasehati penguasa secara diam-diam :
Telah menceritakan kepada kami [Abu Al Mughiroh] telah menceritakan kepada kami [Shafwan] telah menceritakan kepadaku [Syuraih bin 'Ubaid Al Hadlromi] dan yang lainnya berkata; ['Iyadl bin Ghonim] mencambuk orang Dariya ketika ditaklukkan. [Hisyam bin Hakim] meninggikan suaranya kepadanya untuk menegur sehingga ‘Iyadl marah. (‘Iyadl Radliyallahu’anhu) tinggal beberapa hari, lalu Hisyam bin Hakim mendatanginya, memberikan alasan. Hisyam berkata kepada ‘Iyadl, tidakkah kau mendengar Nabi SAW: ” Orang yang paling keras siksaannya adalah orang-orang yang paling keras menyiksa manusia di dunia?.” ‘Iyadl bin ghanim berkata; Wahai Hisyam bin Hakim, kami pernah mendengar apa yang kau dengar dan kami juga melihat apa yang kau lihat, namun tidakkah kau mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang hendak menasehati penguasa dengan suatu perkara, maka jangan dilakukan dengan terang-terangan, tapi gandenglah tangannya dan menyepilah berdua. Jika diterima memang begitu, jika tidak maka dia telah melaksakan kewajibannya“, kamu Wahai Hisyam, kamu sungguh orang yang berani, jika kamu berani kepada penguasa Allah, kenapa kamu tidak takut dibunuh penguasa dan kau menjadi korban penguasa Allah subhanahu wata’ala?. HR Ahmad 14792 (dari Lidwa.com)
Komentar Syaikh Syu’aib al-Arnauth – seorang ahli tahqiq/peneliti hadits – terhadap hadits ini adalah : Shahih li ghairihi selain perkataan : “Barangsiapa yang hendak menasehati penguasa dengan suatu perkara…”, maka (dengan tambahan ini) hasan lighairihi dan ini (hadits) isnadnya dha’if karena Inqitho’ nya Syarih bin ‘Ubaid al-Hadhramiy dan dia tidak mendengar dari Iyadh maupun Hisyam. Artinya menurut beliau hadits ini hanya sahih pada redaksional Nabi SAW berkata: ” Orang yang paling keras siksaannya adalah orang-orang yang paling keras menyiksa manusia di dunia?.” Selebihnya yaitu redaksional hadits “hendaknya menasehati penguasa secara diam diam” adalah redaksional yang dhoif.
Namun mereka tidak mau mengalah begitu saja, mereka membawa jalur lain untuk menguatkan hadits tersebut supaya naik statusnya menjadi hasan atau bahkan ke tingkat sahih. Apakah mereka tidak metarjih hadits tersebut ? bahwa andaikan itu hadits sahih – sekali lagi andaikan hadits itu sahih -, tidakkah kekuatannya masih dibawah hadits-hadtis masyhur yang meriwayatkan bahwa banyak sahabat mengkritik penguasa di tempat terbuka baik itu kepada Rasulullah SAW ataupun kepada Khulafaur Rasyidin dan juga kepada Penguasa Daulah Umayah ! hendak dikemanakan hadits-hadits & atsar-atsar tersebut ? dibuang ??!!
Wanita tidak boleh ikut demonstrasi di jalan raya ?
Pertama harus disepakati dulu apakah lelaki boleh berdemonstrasi ataupun orasi di jalan raya ? Apabila jawabannya tidak boleh maka tidak ada gunanya diteruskan. Namun bila jawabannya adalah boleh maka lanjut ke pertanyaan kedua : bolehkah wanita ke luar jalan raya seperti ke pasar, ke sekolah atau ke rumah sakit baik itu ditemani mahramnya atapun tidak ditemani mahramnya ? Bila jawabannya boleh maka lanjut ke pertanyaan ketiga : apakah suara wanita aurot ? Bila jawabannya suara wanita adalah aurot maka kesimpulannya tidak boleh demonstrasi di jalan raya. Namun bila jawabannya : wanita boleh ke jalan raya dan bercakap di jalan raya, maka otomatis hukum wanita demonstrasi di jalan raya adalah boleh. Atsar seorang wanita memprotes khalifaj Umar RA ketika beliau mengajukan usulan untuk membatasi mahar wanita cukup untuk menunjukkan bahwa generasi salaf memperbolehkan wanita menyampaikan pendapatnya secara terbuka di tempat umum
Ada yang berkata : Tidak ada dalilnya bahwa wanita berteriak teriak sambil jalan. Jawaban : Barangkali maksudnya adalah tidak ada nash yang meriwayatkan bahwa kaum wanita generasi salaf berteriak teriak di jalan, karena dalil itu sendiri bisa berupa nash yaitu sesuatu yang tertuang di Al-Quran dan Hadits serta Ijma Sahabat dan adapula dalil berupa Qiyas syariah yang merupakan turunan dari dalil Nash. Kebolehan wanita berdemonstrasi di jalan raya menurun dari kebolehan kaum lelaki boleh melakukannya. Tidak ada larangan bagi wanita untuk melakukannya atau tidak ada pengkhusushan bahwa demonstrasi di jalan raya itu khusus bagi laki-laki. Bagi siapa yang berpendapat bahwa aktivitas demo orasi jalanan itu hanya boleh dilakukan oleh laki-laki, maka dia harus mendangangkan bukti berupa dalil, bukan sekedar logika atau dugaan saja.
Dari Sahabat Ubadah bin Shamit “Kami telah berbai’at kepada Nabi saw untuk senantiasa mendengar dan mentaati perintahnya, baik dalam keadaan yang kami senangi maupun yang tidak kami senangi, dan kami tidak akan merebut kekuasaan dari yang berhak (sah), dan agar kami senantiasa mengerjakan atau mengatakan yang haq dimanapun kami berada, tidak takut akan celaan dari orang-orang yang mencela.” (HR. Bukhari).
Yang dimaksud kami adalah 72 orang laki-laki dan 3 orang wanita dari Yatsrib yang melakukan baiat Aqobah ke-2
Mengatakan yang haq dimanapun kami berada artinya adalah dimanapun, baik itu di depan penguasa itu ataupun di tempat umum ataupun membicarakannya di tengah masyarakat untuk membentuk opini, menyatukan pendapat dan gerak masyarakat untuk meluruskan penguasa agar kembali kepada jalan yang benar.
Jadi jelas sekali dalam hadits di atas disebutkan bahwa kaum wanita juga ikut berbaiat untuk tidak takut dalam mengatakan kebenaran dimanapun mereka berada !! bukan malah sembunyi apalagi mencela mereka yang berani melakukannya !!
Mengkoreksi Penguasa adalah seutama utamanya jihad
Ratusan nyawa syabab HT di berbagai negeri telah melayang karena aktivitas mengoreksi penguasa. Di fase Makkah ataupun di fase Madinah, di Darul Kufur ataupun di Darul Islam, menasehati penguasa dzalim adalah seutama utamanya dakwah. Para nabi tidak hanya duduk duduk saja di majelis dan berbicara kepada orang-orang yang mau mendengarkan, namun mereka teguh mendatangi tokoh tokoh masyarakat dan penguasa penguasa negeri untuk menasehati mereka dengan resiko dicela, diusir dan dibunuh sebagaimana nabi Ibrahim, nabi Musa, nabi Isa dan tentunya Rasulullah SAW. Allah SWT menyebut mereka yang dibunuh ketika menasehati penguasa sebagai syahid yang utama, dan aktivitas mereka disebut seutama-utamanya jihad.
Dari Thariq bin Ziyad “ Rasulullah SAW ditanya : jihad apakah yang paling utama? Beliau bersabda: “Perkataan yang benar dihadapan penguasa yang zhalim” . (HR Ahmad, Nasai) Rasulullah juga SAW bersabda: “penghulu para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muththalib dan seseorang yang mendatangi penguasa yang dhalim lalu dia memerintahkan yang baik dan melarang dari yang mungkar lalu dia dibunuhnya” (HR Al Hakim dan dishahihkannya dan Al Khatib)
Allah SWT pun menganugerahi mereka dengan janji bahwa siapa saja yang membunuh mereka akan menerima siksa yang pedih. “Orang orang yang mengingkari ayat ayat Kami dan membunuh nabi nabi tanpa haq dan membunuh orang-orang yang menyuruh berbuat benar maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan mendapatkan siksa yang pedih (QS 3:21)
Bila negeri ini adalah Darul Islam maka bukan lagi mubah mendemo, tapi wajib untuk menurunkan penguasanya
Sesungguhnya semua negeri Islam saat ini baik itu Indonesia, Pakistan ataupun Arab Saudi adalah Darul Kufur karena UUD dan UU-nya tidak berdasar pada Al-Quran dan As-Sunnah saja tapi dicampur-adukkan dengan Sumber Hukum Demokrasi dan kekuasaannya-pun tidak berada ditangan kaum muslimin melainkan di bawah ketiak kekuasaan bersenjata negara kafir. Di Darul Islam mengkoreksi penguasa secara terbuka hukumnya adalah mubah mengikutu uslub (tata cara) berdakwah dan tata cara mengkoreksi penguasa sebagaimana dicontohkan oleh Baginda SAW ketika berdakwah di Darul Kufur – Makkah.
Justru bagi mereka yang mengatakan negeri Islam seperti Indonesia, Malaysia atau Arab Saudi adalah Darul Islam, maka mereka wajib menurunkan penguasa karena saat ini penguasa jelas telah melakukan kekufuran yang nyata yaitu mengeluarkan Undang Undang yang jelas-jelas bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunnah seperti UU Pornografi, Pernikahan, Miras, Pedidikan, Keuangan Moneter, Sumber Daya Alam, dll. Dari Ubadah bis Shamit “Rosululloh SAW menyeru kami maka kami berbai’at kepada beliau untuk mendengar dan taat baik dalam keadaan ringan atau berat, dalam keadaan sulit atau mudah dan ketika kami diperlakukan tidak adil dan agar kami tidak menggoyang kepemimpinan seseorang, beliau bersabda: “…kecuali apabila kalian melihat kekufuran yang nyata (kufur bawaah) dengan diiringi bukti yang jelas dari Alloh.” (Muttafaq ‘Alaih lafadz dari Muslim.) Hadits diatas adalah perintah untuk mengoreksi Imam/Khalifah yaitu pemimpin Darul Islam yang melakukan tindakan inkonstitusional yaitu mengeluarkan dan menerapkan UU yang tidak berasala dari Syariat.
Mereka tidak melakukannya, bahkan untuk sekedar mengkritik penguasa di belakangnya mereka takut, apalagi di depannya. Sangat tidak konsisten dengan implikasi pernyataannya yang mengatakan negeri ini adalah Darul Islam sekaligus berten-tangan dengan tabiat generasi salaf – yang katanya jejaknya diikuti - dalam mengkoreksi penguasa secara terbuka tanpa takut.
Imam Ghazali berkata: “Dulu tradisi para ulama mengoreksi dan menjaga penguasa untuk menerapkan hukum Allah SWT. Mereka mengikhlaskan niat. Pernyataannya pun membekas di hati. Namun, sekarang terdapat penguasa yang zhalim namun para ulama hanya diam. Andaikan mereka bicara, pernyataannya berbeda dengan perbuatannya sehingga tidak mencapai keberhasilan. Kerusakan masyarakat itu akibat kerusakan penguasa, dan kerusakan penguasa akibat kerusakan ulama. Adapun kerusakan ulama akibat digenggam cinta harta dan jabatan. Siapapun yang digenggam cinta dunia niscaya tidak akan mampu menguasai kerikilnya, apalagi untuk mengingatkan para penguasa dan para pembesar” [dari Ihya Ulumuddin]
Haramnya demo karena merusak fasilitas umum
Statement seperti ini tidak usah ditanggapi, karena sudah jelas apapun yang sifatnya merusak fasilitas umum hukumnya adalah haram baik itu terjadi pada saat demo ataupun saat pulang dari sekolah/kerja, dari nonton bola dll. Namun pernyataan ini harusnya berimplikasi pada kesimpulan bahwa bila demo itu tidak merusak maka hukumnya boleh. Demo HT tidak pernah merusak walau seujung daunpun. Sehingga penulis harusnya mengatakan bahwa demonya HT itu boleh karena tidak merusak.
Haramnya demo karena bercampur antara pria dan wanita
Statement seperti ini juga tidak usah ditanggapi, karena sudah jelas kegiatan apapun yang berbaur antara pria dan wanita baik harus dipisahkan baik itu pada saat demo ataupun di pasar, di tempat kerja, di lapangan bola, ataupun di masjid. Pernyataan ini harusnya berimplikasi pada kesimpulan bahwa demo itu boleh bila pria dan wanita dipisahkan. Demo yang dilakukan HT selalu memisahkan pria di depan dan wanita di belakang. Petugas medispun dikhususkan pria untuk pria dan wanita untuk wanita. Karenanya penulis harusnya mengatakan bahwa demonya HT itu boleh karena terpisah antara pria dan wanita
Demo bukanlah cara yang dicontohkan nabi untuk mengganti kekuasaan
Benar, dan Hizbut Tahrir-pun juga berpendapat seperti itu. Demonstrasi bukan cara untuk mengganti kekuasaan bahkan HT megharamkan people power sebagai sarana, metode ataupun teknis untuk mengganti kekuasaan. Kekuasan hanya boleh didapatkan sebagai hasil serah terima dari ahlul quwah setelah mereka tersadar dan mau menjadikan Islam sebagai ideologi negara. Yang dilakukan oleh HT ketika demo hanyalah untuk memberikan nasehat di tempat terbuka kepada umat Islam khususnya kepada pemimpin umat baik itu pejabat, aparat, birokrat, ulama, ilmuwan, militer dan selainnya .
Nabi SAW bersabda: ”Agama itu adalah nasehat.” Kami bertanya: ”Untuk siapa?” Sabda beliau: ”Untuk Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin umat Islam, dan bagi seluruh kaum muslimin.” (HR Muslim).
HT memandang pergantian kekuasaanpun bukan hal yang paling penting, karena yang paling penting adalah mengganti sistem kufur menjadi sistem Islam, yang mana hal ini tidak bisa dilakukan dengan sekedar demo tetapi harus dengan jalan membina aqidah umat, mengajak mereka untuk memeluk ideologi Islam melalui metode yang dicontohkan Rasulullah SAW yaitu dengan pengkaderan dan kajian umum untuk menantang ide-ide dan undang-undang kufur, membongkar rencana busuk penjajah kapitalis sosialis melalui antek antek-nya yang tersebar di negeri negeri muslim, serta kajian kajian untuk menerangkan bagaimana Daulah Khilafah Islam akan melindungi dan mensejahterakan mereka baik yang muslim maupun yang non muslim.
Wallahu muwafiq ilaa aqwamith thariq. Selesai – 13 April 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar